Biaya listrik bisa terus membengkak seiring kenaikan harga minyak mentah dunia. Untuk mengatasinya, perusahaan teknologi Huawei menyebutkan ada teknologi yang bisa menjadi solusi bagi pemerintah atau swasta dalam menekan biaya operasional.
Perusahaan asal Shenzhen, Guangdong, Tiongkok itu menyodorkan lini solusi bisnis (Enterprise Learning Solution) Huawei. Ini adalah jaringan listrik pintar atau smart grid. “Biaya operasional bisa efisien 20-30 %,” kata Executive Product Manager Huawei Indonesia Arri Marsenaldi di Jakarta, Kamis (12/7).
Dengan smart grid, perusahaan atau pemerintah dapat memaksimalkan penggunaan pembangkit listrik di setiap wilayah. Misalnya, kelebihan sumber daya listrik di daerah A bisa didistribusikan ke daerah lain yang membutuhkan. Selama ini pembangkit listrik biasanya hanya untuk wilayah tersebut saja.
Melalui smart grid, tingkat penggunaan pembangkit listrik jadi maksimal. Adapun smart grid adalah konsep tata kelola energi listrik berbasis teknologi, informasi, dan komunikasi yang menyeluruh mulai dari pembangkit, transmisi, distribusi, hingga pelanggan. (Baca juga: Huawei Rakit Ponsel di Indonesia).
Langkah huawei menyasar sektor energi ini seiring kebijakan pemerintah yang berencana membangun pembangkit listrik baru dengan kapasitas hinga 56 giga watt (GW) pada 2018-2027. Dari target tersebut, porsi energi baru terbarukan (EBT) lebih dari 23 % hingga 10 tahun ke depan. Di sinilah smart grid akan berperan membantu pemerataan akses energi sehingga pemenuhan kebutuhan listrik bisa terus meningkat, terutama di luar Pulau Jawa.
Hanya, untuk mengimplementasikan smart grid perlu pergantian alat meter listrik pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) atau perusahaan lain. Sebab, perlu ada modul komunikasi di setiap alat meter listrik agar sistem smart grid bisa berjalan. Sementara modul komunikasi ini belum memungkinkan dicopot-pasang sehingga alat meter listrik perlu diganti.
Walau demikian, kabel listrik tak perlu diganti. Sebab, smart grid bisa memanfaatkan kabel listrik yang sudah ada. Melalui modul komunikasi tersebut pemerintah atau perusahaan bisa mencatat penggunaan listrik setiap pelanggan hingga gardu.
Pengguna juga bisa mengajukan permohonan untuk menambah daya melalui platform smart grid di masing-masing ponsel pintar, tanpa harus pergi ke kantor PLN ataupun perusahaan penyedia. Pemakaian listrik juga bisa dipantau melalui platform tersebut.
Sejauh ini, wilayah yang sudah menerapkan smart grid baru di Bali mulai Juni 2016. Alhasil, Bali menjadi Kawasan Nasional Energi Bersih (KNEB). (Lihat pula: Libur Lebaran, PLN Terancam Kehilangan Pendapatan Rp 10 Triliun).
Kini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar berencana menerapkan smart grid di lebih banyak kota. “Kami belum punya smart grid. Sistem sekarang diatur secara manual,” kata dia.