OJK Bakal Atur Delapan Poin Terkait Inovasi Keuangan Digital

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
4/6/2018, 20.21 WIB

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait inovasi keuangan digital akan terbit pada akhir bulan ini. Aturan tersebut memuat tiga prinsip utama, yakni berbasis prinsip, market disiplin, dan mengatur aktivitas dari financial technology (fintech).

Deputi Komisioner OJK Institute Sukarela Batunanggar menyebutkan, setidaknya ada delapan poin yang dimuat dalam regulasi tersebut. Pertama, definisi dari inovasi keuangan digital. Definisi akan menjadi acuan bagi OJK dalam menetapkan produk keuangan mana yang bakal masuk regulatory sandbox

Ia menyampaikan, ada tiga kriteria inovasi keuangan digital yakni model bisnis baru, lalu ada terobosan  di proses bisnisnya. "Terakhir, instrumen yang ditawarkan juga belum ada sebelumnya dan belum ada aturannya," ujar dia kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (4/6).

Kedua, OJK juga mewajibkan fintech mencatatkan diri. Ketiga, mengatur terkait regulatory sandbox. Keempat, proses pendaftaran dan pengawasan. Kelima, menetapkan kebijakan pelaporan. Keenam, mengatur perlindungan konsumen. Ketujuh, kerahasiaan data. Terakhir, antisipasi Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT).

(Baca juga: Amartha, Spesialis Pemberi Kredit Mikro bagi Perempuan)

Adapun jenis fintech yang masuk dalam cakupan POJK ini adalah peer to peer lending, penyediaan investasi, crowdfunding, penyediaan asuransi, dan market support atau seperti agregator.

Director of International Affairs OJK Triyono Gani menambahkan, rancangan Peraturan OJK tersebut sudah masuk tahap akhir. Hanya perlu sekali lagi Rapat Dewan Komisioner, regulasi ini akan dirilis. "Semoga setelah lebaran bisa keluar," kata dia.

Setelah aturan ini terbit, fintech yang terdaftar akan dikaji terkait inovasi keuangan digital. Setelah itu, akan dipilih fintech yang akan masuk regulatory sandbox dan diuji selama kurang lebih enam bulan hingga setahun. Di dalam regulatory sandbox, OJK akan melibatkan banyak Kementerian dan Lembaga (K/L). Sebab, produk yang dimiliki fintech biasanya berhubungan dengan instansi lain.

Dari regulatory sandbox itu nantinya akan dikeluarkan tiga jenis status atas fintech, yakni direkomendasikan terdaftar di OJK; perlu perbaikan; serta, tidak layak dijual. Nantinya, fintech yang lolos regulatory sandbox akan menjadi acuan bagi perusahaan serupa yang ingin menerbitkan produk yang sejenis.

(Baca juga: DANA Siap Adopsi QR Code untuk Rangkul Mitra Offline)

Sejalan dengan terbitnya peraturan ini, asosiasi fintech bisa mengembangkan diri untuk menjadi lembaga independen atau Self Regulatory Organization (SRO). Sembari menunggu SRO terbentuk, pengawasan akan dilakukan OJK.

Saat ini, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menyebutkan, ada 54 peer to peer lending yang terdaftar di OJK. Sebanyak 53 di antaranya konvensional dan satu syariah. Semuanya sudah berstatus terdaftar karena sesuai dengan POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi.

Lalu sebanyak 34 sedang dalam proses. Serta ada 41 perusahaan yang sudah mengajukan, namun dokumennya dikembalikan karena tidak lengkap dan belum sesuai POJK Nomor 77. Juga ada 35 perusahaan dalam tahap audiensi. "Kalau ditotal, akhir Desember akan ada 164 fintech teregistrasi," ujar dia.

Reporter: Desy Setyowati