Bukalapak Alami Kerugian Akibat Pembekuan Uang Elektronik

Donang Wahyu | Katadata
Berbagai produk UMKM yang berjualan lewat Bukalapak.
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yuliawati
1/11/2017, 18.30 WIB

Platform jual beli online bukalapak.com menyatakan mengalami kerugian akibat Bank Indonesia membekukan isi ulang (top up uang elektronik (e-money ) produk mereka. Pembekuan tersebut menyebabkan turunnya transaksi sejumlah pedagang (merchant) yang memanfaatkan layanan tersebut.

Chief Executive Officer (CEO) Bukalapak Ahmad Zaky menuturkan, pembekuan layanan top up uang elektronik miliknya ini justru akibat dari pihaknya yang mengajukan izin ke otoritas yang berwenang, dalam hal ini adalah BI. Zaky pun mengklaim, telah memproses syarat-syarat yang dibutuhkan untuk memperoleh izin tersebut.

"Itu memang sangat merugikan, karena menyebabkan ada pelapak yang penjualannya turun. Kami harap BI segera mengeluarkan (izin), karena kami mau penjualan lapak UKM ini naik lagi," ujar Zaky saat ditemui disela acara Tech in Asia 2017, di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Rabu (1/11).

(Baca: Dana Lampaui Rp 1 Miliar, E-Money Bukalapak dan Tokopedia Dibekukan BI)

Zaky menjelaskan pembekuan top up e-money Bukalapak berdampak pada bisnis Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mendominasi transaksi penjualan pelapak di Bukalapak. Dia pun berharap BI sesegera mungkin mencabut pembekuan izin.  

BI membekukan layanan isi ulang uang (top up) elektronik dari e-commerce seperti Tokopedia dan Bukalapak. Pembekuan layanan uang elektronik atau e-money tersebut karena selama ini belum berizin.

Kepala Divisi Perizinan Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Siti Hidayati menyatakan, layanan tersebut akan kembali diaktifkan setelah penyelenggara e-commerce menyelesaikan perizinannya.

“Saat ini seluruh pemohon telah berkomitmen untuk menghentikan layanan top up sampai dengan memperoleh izin dari BI,” kata Siti. (Baca: Belum Berizin, Giliran Isi Ulang GrabPay Dibekukan BI)

Siti menjelaskan, setiap bank atau lembaga lain yang menyelenggarakan uang elektronik dengan jumlah dana float Rp 1 miliar ke atas wajib mengantongi izin Bank Indonesia. Kebijakan ini mengacu pada Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik sebagaimana telah diubah terakhir melalui PBI Nomor 18/17/PBI/2016.

Menurut Siti, penutupan sementara layanan top up uang elektronik merupakan upaya mitigasi risiko dari Bank Indonesia. Ia juga meminta penyelenggara e-commerce agar hanya menghentikan layanan isi ulang uang elektronik tanpa menghentikan layanan transaksi jual beli yang dijalankan.

“Artinya layanan e-commerce masih dapat berjalan dengan menggunakan opsi pembayaran lain seperti transfer bank, virtual account, atau kartu,” ujarnya. (Baca juga:  Jumlah Startup Baru di Indonesia Turun 23% Dibandingkan Tahun Lalu)