Raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) Twitter mengembangkan fitur, yang membuat pengguna tidak bisa mengunggah ulang (retweet) cuitan, sebelum membaca kontennya. Hal ini untuk mencegah penyebaran disinformasi dan hoaks.
Dikutip dari The Guardian, fitur itu sudah bisa diuji coba di perangkat berbasis Android. Twitter menggunakan prompt yang dapat mengidentifikasi pengguna yang belum membaca konten, namun ingin mengunggah ulang cuitan.
Ketika pengguna akan mengunggah ulang cuitan, sistem akan bertanya apakah benar-benar ingin melakukan retweet. Pemberitahuan itu berbunyi, "berbagi artikel dapat memicu percakapan, jadi Anda mungkin ingin membacanya sebelum Anda tweet.”
(Baca: Facebook hingga Twitter Diminta Lapor soal Hoaks Corona ke Uni Eropa)
Langkah itu untuk mendorong pengguna tidak menyebarkan informasi yang salah atau hoaks. Perusahaan memaksa user untuk membaca terlebih dulu, sebelum mengunggah ulang cuitan.
"Kami sedang menguji coba (cara tersebut),” kata Twitter. Sebab, berdasarkan studi para ilmuwan komputer di Columbia University dan Microsoft pada 2016, 59% tautan yang diunggah di Twitter tidak pernah diklik atau dibaca terlebih dulu.
Studi berbeda pada tahun yang sama menunjukkan, 70% pengguna Facebook hanya membaca judul berita sains sebelum berkomentar.
(Baca: Cek Fakta Cuitan Trump, Bos Twitter Sebut Tak Berupaya Jadi 'Wasit')
Maka dari itu, Twitter menilai bahwa pemberitahuan sebelum retweet tersebut bukan untuk melarang pengguna berekspresi. Ini hanya untuk mendorong user memikirkan kembali tindakan mereka di media sosial.
Pada Mei lalu, Twitter juga meluncurkan label peringatan untuk setiap klaim yang menyesatkan terkait virus corona. Perusahaan juga sempat memberikan label cek fakta atas cuitan Presiden AS Donald Trump.
Beberapa cuitan Trump yang mendapat label cek fakta, yakni terkait kemungkinan manipulasi dalam pemungutan suara 2020. Lalu, tuduhan terhadap mantan politisi Joe Scarborough atas kematian staf kongres Lori Klausutis.
(Baca: Respons 250 Juta Kicauan Terima Kasih, Twitter Rilis Emoji Khusus)
Twitter juga menyembunyikan cuitan Trump soal kerusuhan di Minneapolis, terkait kematian warga kulit hitam, George Floyd. Unggahan yang disembunyikan berbunyi, “ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai”.
Selain untuk mencegah informasi salah, Twitter membatasi percakapan yang bernada menyerang untuk menghindari perundungan. Pada Mei lalu, Twitter memberikan opsi revisi bagi setiap balasan cuitan yang bernada menyerang.
Twitter akan memberi peringatan kepada penggunanya, dengan pemberitahuan berbunyi, “apakah mereka yakin akan membalas cuitan tersebut atau tidak”. Pengguna bisa merevisi khusus untuk nada balasan yang menyerang dan kasar.
(Baca: Twitter Beri Label Cek Fakta untuk Cuitan Hubungkan 5G dengan Covid-19)