Startup kecerdasan buatan (artificial inteligence/AI), BlueDot, telah memprediksi adanya wabah virus corona asal Wuhan, Tiongkok sejak 31 Desember 2019. Padahal, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru memberikan peringatan pada 6 dan 9 Januari 2020.
Dilansir dari Ubergizmo, Senin (27/1), BlueDot mengandalkan algoritma melalui teknologi AI dengan menjelajahi platform seperti laporan berita asing, jaringan penyakit hewan dan tumbuhan, maupun pengumuman resmi.
Berdasarkan informasi itu, startup asal Kanada itu pun berhasil memperingatkan penggunanya untuk menghindari tempat-tempat yang diprediksi berbahaya seperti Wuhan.
CEO BlueDot Kamran Khan mengatakan, pemerintah mungkin tidak dapat diandalkan untuk memberikan informasi secara tepat waktu mengenai wabah virus corona. "Kami dapat mengambil berita tentang kemungkinan wabah, bisikan kecil atau forum di blog tentang indikasi beberapa peristiwa yang tidak biasa terjadi," ujarnya seperti dikutip Wired.
(Baca: Virus Corona Tewaskan 81 Orang, Tiongkok Perpanjang Libur Imlek)
Khan mengatakan, algoritma tidak menggunakan unggahan media sosial karena data itu terlalu berantakan. Namun algoritma memiliki satu trik yakni akses ke data global untuk membantu memprediksi ke mana dan kapan warga yang terinfeksi berada.
Prediksi dari teknologi itu ternyata benar adanya bahwa virus corona akan menyebar dari Wuhan ke Bangkok, Seoul, Taipei, dan Tokyo dalam beberapa hari setelah kemunculannya.
Khan, yang bekerja sebagai dokter spesialis penyakit menular di rumah sakit Toronto, AS, selama penyakit SARS mewabah pada 2003, bermimpi bahwa dia menemukan cara yang lebih baik untuk melacak penyakit. Virus itu bermula di provinsi Tiongkok, lalu menyebar ke Hong Kong dan Toronto, tempat virus itu menewaskan 44 orang.
"Ada sedikit deja vu sekarang (tentang virus corona)," ujar Khan. Pada 2003, Khan menjelaskan, dia menyaksikan virus SARS membanjiri kota dan melumpuhkan rumah sakit. Akibatnya, menurut dia, ada banyak kelelahan mental dan fisik karena virus itu sehingga ia tidak ingin hal itu terulang kembali.
(Baca: Teknologi Ini Pangkas Invensi Vaksin Corona dari 10 Tahun jadi 6 Bulan)
Setelah menguji beberapa program prediktif, Khan meluncurkan BlueDot pada 2014 dengan pendanaan sebesar US$ 9,4 juta dari modal ventura. Perusahaan ini sekarang memiliki 40 karyawan, termasuk dokter dan programmer.
“Apa yang telah kami lakukan adalah menggunakan pemrosesan bahasa alami dan machine learning untuk melatih mesin ini untuk mengenali apakah ini wabah antraks di Mongolia, bukannya reuni band heavy metal Anthrax,” ujar Khan.
Setelah penyaringan data otomatis selesai, Khan melanjutkan, analisis manusia mengambil alih. Ahli epidemiologi memeriksa bahwa kesimpulan itu masuk akal dari sudut pandang ilmiah, dan kemudian laporan dikirim ke pemerintah, bisnis, dan kesehatan masyarakat.
Laporan BlueDot kemudian dikirim ke pejabat kesehatan masyarakat di selusin negara, termasuk AS dan Kanada, maskapai penerbangan, dan rumah sakit 'garis depan' tempat pasien yang terinfeksi mungkin berakhir. Perlu diketahui, Khan mengatakan bahwa perusahaan tidak menjual data mereka kepada masyarakat umum, tetapi mereka bakal melakukannya.
Sebagai informasi, infeksi virus corona telah merenggut 80 korban jiwa di Tiongkok hingga pagi hari ini (27/1). Sedangkan sebanyak 2.761 orang lainnya terinfeksi.
(Baca: Virus Corona Infeksi 27 Ribu Orang, Berikut Dampak ke Ekonomi Tiongkok)