Dewasa ini, startup Indonesia mendapat banyak investasi. Laporan Google, Temasek dan Bain Company menunjukkan, pendanaan yang diperoleh startup Tanah Air mencapai US$ 1,8 miliar atau Rp 23,8 triliun per Semester I 2019. Investor pun punya beberapa pertimbangan sebelum memutuskan untuk berinvestasi.
Managing Partner Kejora Ventures Eri Reksoprodjo mengatakan, pertama, dirinya akan meninjau filososi para pendiri startup dalam mendirikan usaha. Setelah itu, ia mengkaji latar belakang pendiri.
“Misalnya, teknologi finansial (fintech). Punya tidak latar belakang di bidang layanan keuangan,” kata Eri dalam acara Tarumanagara Fintech Forum (TFF) 2019 di Jakarta, Rabu lalu (11/12).
Ketiga, ia akan meninjau keahlian pimpinan di bidang teknologi atau Chief Technology Officer (CTO) startup. Keempat, mengkaji model bisnis perusahaan rintisan. Biasanya yang paling banyak dilirik yakni yang berfokus pada persoalan masyarakat.
“Walaupun pendanaan kami sekitar tujuh hingga delapan tahun, kalau perusahaan itu memberi solusi atas masalah di masyarakat, kami suka,” kata Eri.
(Baca: Mandiri Siapkan Rp 1 Triliun untuk Investasi Startup Tahun Depan)
Kelima, investor akan mengkaji apakah para pendiri startup itu memiliki pemahaman yang baik mengenai tata kelola perusahaan. “Kalau tidak punya pemahaman itu, tidak akan berjalan dengan baik (usahanya),” kata dia.
Ia bercerita, dirinya pernah menangani pendiri perusahaan rintisan yang menurutnya sulit diatur. Karena itu, Kejora Ventures menyediakan bimbingan singkat (coaching clinic) untuk para pendiri startup yang diberi pendanaan.
Keenam, budaya kerja juga menjadi pertimbangan investor. Selain itu, biasanya Eri mengkaji keuangan perusahaan rintisan yang bersangkutan.
(Baca: Riset Google: Investasi ke Startup RI Rp 23,8 T, Terbesar di Regional)
Partner Venturra Capital Raditya Pramana sepakat bahwa investor mempertimbangkan latar belakang para pendiri startup sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Namun, faktor ketujuh, ia mengkaji peluang pasar yang disasar perusahaan rintisan tersebut.
“Kami pelajari mendalam. Lalu setelah membuat keputuan, kami melihat pemain di industri itu siapa saja. Baru kami pilih mana yang akan menang?” kata Raditya.
Ke delapan, ia akan menelaah model bisnis startup tersebut. Perusahaan yang diincar yakni yang berpotensi memiliki beragam layanan. “Expand business ini sangat penting,” kata dia.
(Baca: Investor Masih Minati Fintech Tahun Depan, tapi Makin Selektif)
Raditya menjelaskan, pengembangan layanan memungkinkan startup mendapat untung. Apalagi, kebanyakan perusahaan rintisan menghabiskan uang untuk pemasaran dan merekrut karyawan.
“Setidaknya, setiap transaksi harus untung. Misalnya, dihilangkan biaya pemasaran dan excess lainnya, bisa profit,” kata Raditya.
Karena itu, menurut dia tingkat penggunaan (usecase) atas layanan yang disediakan perusahaan rintisan menjadi pertimbangan investor. Sebab, hal ini menentukan peningkatan transaksi ke depan.
Venturra Capital pun berencana memberikan pendanaan kepada 10 perusahaan rintisan tahun depan. Raditya mengatakan, perusahaannya mengincar startup di bidang keuangan. Di sisa tahun ini, modal ventura itu pun bakal berinvestasi dua startup bidang kesehatan.
(Baca: Potensi Nilai Keuangan Digital Asia Tenggara Rp 840 Triliun pada 2025)