Terpukul Corona, Permintaan Layanan Taksi dan Ojek Online Belum Pulih

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi, pengemudi ojek online menunggu penumpang di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2020).
14/10/2020, 06.15 WIB

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) serta Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) mencatat, permintaan layanan taksi dan ojek online masih menurun jika dibandingkan sebelum ada pandemi corona. Sedangkan order pesan-antar makanan meningkat.

Berdasarkan survei LD FEB UI, konsumen mengurangi pengeluaran untuk transportasi, khususnya ojek online 18%. Sedangkan Garda mencatat, “ada penurunan permintaan 20-30%," kata Ketua Presidium Garda Igun Wicaksono kepada Katadata.co.id, kemarin (13/10).

Padahal, Igun mencatat bahwa layanan transportasi berkontribusi sekitar setengah dari total pendapatan pengemudi ojek online. Sedangkan layanan pesan-antar makanan porsinya 30%, pengiriman barang 15%, dan lainnya 5%.

Gojek dan Grab belum menanggapi permintaan terkait transaksi selama pandemi virus corona.

Namun, LD FEB UI menyurvei 4.199 konsumen Gojek terkait penggunaan layanan pada September lalu. Sebanyak 65% dari mereka semakin sering menggunakan GoFood. Lalu 68% memakai GoPay, 57% paylater, dan 36% GoSend.

Alhasil, pengeluaran konsumen untuk membeli kebutuhan sehari-hari melalui GoMart meningkat 44%. Sedangkan belanja untuk pesan-antar makanan naik 26% dan transaksi menggunakan GoPay meningkat 8%.

Namun, konsumen mengurangi pengeluaran untuk layanan transportasi, khususnya ojek online 18%. Peneliti LD FEB UI Alfindra Primaldhi menilai ini wajar karena adanya penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Riset itu juga menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 mempercepat proses konsumen beralih ke layanan digitalisasi. Mereka menjadi terbiasa memesan makanan, mengirim barang, dan bertransaksi secara digital.

Sebanyak 97% responden menilai aplikasi Gojek mendorong masyarakat menggunakan layanan pembayaran digital. Ini dapat dilihat pada Databoks berikut:

“Selain itu, terjadi peningkatan penggunaan layanan digital yang sebelumnya tak banyak digunakan oleh konsumen seperti GoMed dan GoGive,” kata Alfindra.

Sebelumnya, peneliti dari Pusat Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral UGM) Arif Wismadi mengatakan, kebijakan PSBB di beberapa daerah menekan volume mobilitas masyarakat 10% hingga 80%. “Permintaan layanan transportasi online akan turun," katanya kepada Katadata.co.id, September lalu (22/9).

Hal senada disampaikan oleh Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda. Ia memperkirakan, konsumen mengurangi frekuensi penggunaan transportasi online saat PSBB dari sekitar tujuh kali menjadi maksimal tiga kali sehari.

"Banyak yang tidak menggunakan transportasi dalam jaringan (daring) sama sekali selama PSBB," kata Nailul kepada Katadata.co.id. Pendapatan pengemudi pun diperkirakan anjlok hingga 90%.

Meski begitu, permintaan layanan pesan-antar makanan diramal meningkat hingga 50%. "Pengemudi transportasi online yang pintar bisa mengalihkan fokus ke layanan jasa antar makanan," katanya.

Berdasarkan riset dari Flourish Ventures pada bulan lalu menunjukkan, pendapatan pekerja lepas atau gig worker di Indonesia menurun 65%. Gig worker seperti pengemudi taksi dan ojek online pun melakukan beberapa upaya untuk meminimalkan dampak pandemi corona.

Sebanyak 66% dari 586 gig worker yang disurvei, memangkas biaya konsumsi. Lalu 61% mencari penghasilan tambahan, 44% meminjam uang, dan 43% menjual aset.

Survei itu dilakukan pada Juni dan Juli lalu. Sebanyak 221 di antaranya pengemudi ojek online, 191 penyedia layanan membersihkan rumah, tenaga kecantikan, dan pijat. Lalu 109 lainnya penjual online dan 65 pekerja pengiriman barang.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan