Beda Strategi Gojek dan Grab di Bisnis Pesan-Antar Makanan

Katadata/desy setyowati
Ilustrasi aplikasi Gojek dan Grab
Penulis: Desy Setyowati
28/1/2021, 13.15 WIB

Sedangkan Gojek mengubah banyak prioritas. “Meski masih kuat di Indonesia, mereka melihat penurunan pangsa pasar di negara asalnya yang menempatkannya pada posisi defensif,” kata Yorlin.

Namun, model bisnis aplikasi super atau super app seperti Grab dan Gojek dapat mendorong pelanggan berbagi tumpangan (ride hailing) untuk menggunakan layanan lain. Selain itu, bisa memanfaatkan infrastruktur yang ada termasuk pembayaran dan pengiriman. “Jadi, lebih hemat biaya dan berkesinambungan di kawasan ini,” katanya.

Dari perspektif konsumen, Yorlin menyampaikan bahwa banyaknya pilihan menu, kecepatan, kualitas, dan biaya merupakan hal utama yang diperhatikan oleh konsumen. “Pemain harus unggul setidaknya dalam dua indikator itu untuk memenuhi kebutuhan konsumen,” kata dia.

Sedangkan untuk mencapai profitabilitas dan pertumbuhan keberlanjutan jangka panjang, platform penyedia  layanan pesan-antar perlu mengendalikan biaya akuisisi konsumen. Selain itu, mempertahankan unit economics dan menghasilkan pendapatan tambahan, yang dapat mencakup iklan dan layanan business to business (B2B) lainnya.

Sebelumnya, Gojek mengatakan bahwa pendapatan dari GoFood meningkat 20 kali dalam empat tahun terakhir. Lini bisnis ini juga berhasil mencatat kontribusi margin positif pada tahun lalu.

“Kesetiaan pelanggan dan mitra usaha selama ini membuat GoFood mampu mempertahankan kinerja bisnis yang positif,” kata Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo dalam siaran pers, pekan lalu (22/1).

Ia mengatakan, perusahaan konsisten berinovasi. Teknologi GoFood juga memungkinkan pelanggan mengandalkan platform untuk pesan-antar makanan, sekaligus mengeksplorasi lebih dari 20 juta item menu kuliner di Indonesia.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati