Beda Strategi Gojek dan Grab di Bisnis Pesan-Antar Makanan

Katadata/desy setyowati
Ilustrasi aplikasi Gojek dan Grab
Penulis: Desy Setyowati
28/1/2021, 13.15 WIB

Riset Momentum Works memperkirakan, nilai transaksi bruto atau GMV GrabFood US$ 5,9 miliar (Rp 83 triliun) pada 2020, sementara GoFood US$ 2 miliar (Rp 28 triliun). Perusahaan venture builder yang berbasis di Singapura itu pun mengungkap perbedaan strategi Grab dan Gojek menggarap bisnis pesan-antar makanan.

Perkiraan nilai GMV tersebut berdasarkan analisis mendalam tentang industri pesan-antar makanan di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Metode penelitiannya mencakup wawancara, survei, dan data dari  layanan pemantauan pihak ketiga.

COO Momentum Works Yorlin Ng mengatakan, GMV layanan pesan-antar makanan di Asia Tenggara tumbuh 183% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 11,9 miliar pada 2020. “Covid-19 menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan platform di bisnis ini,” katanya saat konferensi pers virtual, Kamis (28/1).

Indonesia menyumbang GMV pesan-antar makanan yang terbesar di regional. Secara rinci dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:

Namun Grab unggul di Indonesia dengan pangsa pasar 53%. Begitu juga di Malaysia (52%) dan Filipina (56%). Rinciannya dapat dilihat pada Bagan dan Databoks di bawah ini:

Transaksi pesan-antar makanan di Asia Tenggara pada 2020 (Momentum Works)

Yorlin mengatakan, Grab berfokus mengurangi biaya untuk menggaet lebih banyak pengguna. “Grab terus merebut pangsa pasar di Indonesia,” kata dia.

Selain itu, meningkatkan infrastruktur inti atas layanan pengiriman dan berfokus pada manajemen penipuan hingga kemitraan. “Diperkirakan akan mencapai titik impas (BEP) bisnis pesan-antar makanan pada 2021,” ujar dia.

Sedangkan Gojek mengubah banyak prioritas. “Meski masih kuat di Indonesia, mereka melihat penurunan pangsa pasar di negara asalnya yang menempatkannya pada posisi defensif,” kata Yorlin.

Namun, model bisnis aplikasi super atau super app seperti Grab dan Gojek dapat mendorong pelanggan berbagi tumpangan (ride hailing) untuk menggunakan layanan lain. Selain itu, bisa memanfaatkan infrastruktur yang ada termasuk pembayaran dan pengiriman. “Jadi, lebih hemat biaya dan berkesinambungan di kawasan ini,” katanya.

Dari perspektif konsumen, Yorlin menyampaikan bahwa banyaknya pilihan menu, kecepatan, kualitas, dan biaya merupakan hal utama yang diperhatikan oleh konsumen. “Pemain harus unggul setidaknya dalam dua indikator itu untuk memenuhi kebutuhan konsumen,” kata dia.

Sedangkan untuk mencapai profitabilitas dan pertumbuhan keberlanjutan jangka panjang, platform penyedia  layanan pesan-antar perlu mengendalikan biaya akuisisi konsumen. Selain itu, mempertahankan unit economics dan menghasilkan pendapatan tambahan, yang dapat mencakup iklan dan layanan business to business (B2B) lainnya.

Sebelumnya, Gojek mengatakan bahwa pendapatan dari GoFood meningkat 20 kali dalam empat tahun terakhir. Lini bisnis ini juga berhasil mencatat kontribusi margin positif pada tahun lalu.

“Kesetiaan pelanggan dan mitra usaha selama ini membuat GoFood mampu mempertahankan kinerja bisnis yang positif,” kata Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo dalam siaran pers, pekan lalu (22/1).

Ia mengatakan, perusahaan konsisten berinovasi. Teknologi GoFood juga memungkinkan pelanggan mengandalkan platform untuk pesan-antar makanan, sekaligus mengeksplorasi lebih dari 20 juta item menu kuliner di Indonesia.

Reporter: Desy Setyowati