Gojek memimpin pendanaan seri A US$ 10 juta atau sekitar Rp 144 miliar kepada startup social commerce KitaBeli lewat Go Ventures. Investor lain yang berpartisipasi yakni AC Ventures dan East Ventures.
Senior vice president of investments Go Ventures Aditya Kumar mengatakan, penetrasi e-commerce di luar kota besar tergolong rendah. Ini karena tiga persoalan yakni rendahnya kepercayaan, ketersediaan produk yang buruk, dan tingginya biaya logistik.
“KitaBeli berada pada posisi yang tepat untuk mengatasi tantangan ini,” kata Aditya dalam siaran pers, Kamis (25/3). “Mempercepat (penetrasi) belanja online ke generasi pengguna baru dan membawa manfaat e-commerce ke populasi yang lebih luas di Indonesia.”
Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, adopsi belanja online dapat ditingkatkan melalui pengalaman sosial. “KitaBeli memungkinkan hal ini dengan menciptakan kepercayaan melalui berbagi produk dari teman dan keluarga, yang pada gilirannya menciptakan siklus viralitas yang baik,” ujarnya.
Ia menilai, social commerce mendukung strategi akuisisi pengguna secara terukur.
Berdasarkan laporan McKinsey, social commerce adalah platform yang memfasilitasi jual-beli produk melalui media sosial. Sedangkan e-commerce mendukung transaksi, termasuk pembayaran dan pengiriman.
KitaBeli dalam hal ini berfokus pada penjualan produk segar dan fast-moving consumer goods (FMCG) di luar kota besar Indonesia. Perusahaan meluncurkan aplikasi pada Maret 2020.
“Kami berkembang ke Solo dan Malang, yang merupakan kota tier dua. Kami melihat pertumbuhan yang kuat,” kata Co-Founder sekaligus CEO KitaBeli Prateek Chaturvedi.
Platform itu bertujuan menghubungkan pemasok dan petani dengan puluhan juta konsumen di kota tingkat (tier) dua hingga empat di Indonesia. KitaBeli berencana menggunakan dana segar itu untuk memperluas operasi di banyak wilayah di Jawa.
Selain itu, mengembangkan jaringan logistik yang aman dan efisien. “Di sisi produk, kami akan berfokus membangun pengalaman berbelanja yang lebih interaktif dan ramah pengguna,” katanya.
Prateek mengatakan, bisnisnya tumbuh lebih dari 80% setiap bulan. Sedangkan pengguna menghabiskan rata-rata US$ 70 per bulan.
KitaBeli menerapkan layanan jaringan pengiriman berbasis mitra dengan skema komisi. Co-founder sekaligus COO KitaBeli Ivana Tjandra mengatakan ada lebih dari 100 pesanan per hari.
“Kami berfokus pada penyediaan barang-barang berfrekuensi tinggi seperti FMCG dan produk segar, barang kebutuhan rumah tangga,setiap hari. Kami berencana berekspansi ke bidang kecantikan, mode, dan elektronik untuk membangun cakupan Stock Keeping Unit (SKU) yang lebih tinggi,” kata Ivana.
Gojek Rambah Social Commerce
Sebelum berinvestasi di KitaBeli, Gojek meluncurkan layanan baru melalui Moka yang diberi nama GoStore. Ini memungkinkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) berjualan lewat toko online dan memasarkan lewat media sosial.
Dalam laporan McKinsey berjudul ‘The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia’s Economic Development’ pada 2018, penjualan di e-commerce diprediksi tumbuh delapan kali lipat menjadi US$ 40 miliar pada 2022.
Sedangkan penjualan di social commerce diramal US$ 25 miliar. Proyeksi ini belum menghitung dampak pandemi virus corona.
Namun, Facebook dan Bain and Company memperkirakan nilai transaksi belanja online di Indonesia hampir US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.047,6 triliun pada 2025. Angka ini melonjak dibandingkan proyeksi awal US$ 48 miliar, karena pandemi.
Berdasarkan survei KIC terhadap 206 UMKM di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), tujuan utama pelaku usaha menggunakan internet selama pandemi yakni memasarkan produk melalui media sosial. Ini terlihat pada Databoks berikut: