Petinggi GoTo - Shipper Beri 5 Tips Sukses Tak Jadi Startup "Zombie''

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/AWW.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
Penulis: Desy Setyowati
7/12/2021, 12.31 WIB

Co-founder Moka sekaligus Head of Selly di GoTo Financial Grady Laksmono, Co-founder Shipper Phil Opamuratawongse, serta CTO HappyFresh Fajar Budiprasetyo membagikan tips kepada startup finalis Startup Studio Indonesia (SSI) soal mencari product-market fit (PMF).

SSI adalah program inkubasi yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Ada 15 startup tahap awal (early-stage) yang terpilih menjadi finalis.

Mereka saat ini mengikuti sesi 1-on-1 Coaching atau pembinaan dan pelatihan langsung oleh para veteran startup Indonesia, seperti Grady, Phil, dan Fajar. Fokus dan tema utama dalam batch ini adalah mencari PMF.

PMF ialah berbagai upaya penyempurnaan produk dan model bisnis dalam peningkatan kecocokan atau loyalitas/retensi pengguna terhadap produk, sebelum startup masuk tahap ekspansi pasar.

Grady, Phil, dan Fajar menyampaikan, mencari kecocokan atau fit penting karena menunjukkan seberapa jauh startup dapat memberikan solusi tepat bagi pasar yang dibidik.

Oleh karena itu, fase PMF dinilai sangat krusial, terutama bagi pendiri perusahaan rintisan tingkat awal. Mereka berupaya mempersolid tawaran produk digital, agar betul-betul dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan pengguna.

Ketiganya membagikan lima tips penting untuk mencari PMF, yakni:

1. Lakukan uji pasar sesegera mungkin

Salah satu kesalahan utama startup adalah menunggu terlalu lama untuk menguji apakah pasar menerima produk mereka dengan baik atau tidak. Jika model bisnis perusahaan rintisan adalah basis langganan, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

  • Tawarkan biaya langganan yang ideal kepada para pengguna
  • Evaluasi tanggapan (feedback) yang mereka berikan untuk menentukan apakah skema tersebut bisa berjalan dengan baik atau tidak.

“Banyak founder startup yang menciptakan (solusi atas) masalah yang sebenarnya tidak ada atau tak signifikan di pasaran. Kita harus bisa membedakan antara ‘keyakinan’ dan ‘fakta’,” kata Grady dalam keterangan pers, Senin (6/12).

Proses tersebut harus berjalan dengan cepat. “Apakah benar ada problem tersebut? Berapa orang yang benar-benar membutuhkan solusinya? Jika terlalu lama, kita hanya akan menghabiskan terlalu banyak sumber daya dan waktu untuk hal yang sia-sia,” katanya.

2. Lakukan A/B testing untuk menghitung dampak nyata

Dalam operasional startup, seringkali perusahaan menghadirkan fitur-fitur baru dengan harapan menarik lebih banyak pengguna. Namun, hal ini justru bisa menjadi distraksi dari tawaran utama perusahaan rintisan.

Oleh karena itu, Fajar Budiprasetyo menyarankan startup menjalankan A/B testing agar bisa menghitung dampak nyata dari promo/fitur/kemitraan baru. Ia pun menilai, budaya eksperimen ini telah dipupuk sejak mengembangkan HappyFresh.

3. Dengarkan umpan balik dari pengguna

Pemikiran kritis menjadi hal esensial yang harus dimiliki semua founder startup. Untuk bisa mencapai PMF, maka jalan terbaik adalah benar-benar memahami target pengguna, mulai dari kebutuhan, keinginan hingga harapan.

“Semua pengguna ingin mencoba layanan startup agar bisa mempermudah hidup mereka,” ujar dia.

Untuk itu, terlebih bagi perusahaan business to business (B2B) atau yang model bisnisnya rumit dan membutuhkan edukasi lebih, pendiri harus giat ‘jemput bola’ jika pengguna belum tertarik mencoba.

“Mengajak mereka untuk menggunakan sistem kita. Menjelaskan apa saja kelebihannya,” kata Phil Opamuratawongse.

4. Bersikap fleksibel dalam mengadaptasi produk

Faktanya, tidak semua layanan perusahaan rintisan akan sering digunakan oleh pengguna, bergantung pada jenis bisnis. Ada layanan yang hanya digunakan sekali sebulan atau sekali dalam beberapa bulan. Ini akan menurunkan tingkat retensi pengguna.

Phil menyarankan founder startup untuk membangun produk atau fitur baru yang bisa melengkapi solusi utama tersebut. Dengan memberikan fitur baru yang diakses lebih sering, maka kemungkinan menambah aliran pendapatan semakin besar.

Oleh karena itu, penting bagi perusahaan rintisan untuk bersikap fleksibel dan bisa mengadaptasi produk digital sesuai kebutuhan pengguna.

Sedangkan Grady menambahkan, para pendiri startup harus terus menerus mempertanyakan asumsi. “Jangan bergantung di satu jawaban, tapi harus berani berevolusi. Misalnya, ketika masyarakat menghadapi periode ‘New Normal’, perubahan gaya hidup seperti apa yang bisa diantisipasi,” ujarnya.

5. Fokus mengembangkan ‘power user’

Hal lain yang tak kalah penting untuk menentukan PMF adalah fokus dalam pengembangan basis ‘power user’. “Kenali siapa saja power user atau pengguna setia, dan berfokus untuk memperluas segmen ini dengan membangun produk baru sesuai kebutuhan mereka,” kata Grady. 

Selain itu, memahami apa yang membuat power user loyal dan tertarik untuk mencoba produk startup. “Mereka yang menentukan apakah startup kita bisa makin berkembang atau tidak,” ujarnya.

Berdasarkan riset CB Insights, tidak adanya kebutuhan pasar menjadi penyebab terbesar dari kegagalan startup (42%). Artinya, perusahaan rintisan telah menawarkan produk digital, namun frekuensi dan jumlah penggunanya tidak cukup besar untuk membuat perusahaan bisa bertahan dan berkembang.

Dengan adanya pandemi corona yang berdampak negatif pada sebagian besar startup di Indonesia (42,5%), maka semakin penting bagi perusahaan rintisan tahap awal untuk mempelajari cara terbaik menemukan PMF. Ini supaya bisa bertahan.

Jika tidak berhasil melalui proses PMF, maka bisa dipastikan bahwa startup tersebut akan gagal atau “zombie”. Startup “zombie” merupakan sebutan untuk perusahaan rintisan yang masih bertahan, namun tidak memiliki pertumbuhan bisnis.

Mengingat pentingnya tahap PMF, SSI berharap pelatihan tahun ini dapat mencetak 150 startup digital yang mampu mengembangkan skala bisnis, dari segi jumlah pengguna, pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan pendanaan dari modal ventura pada 2024.

SSI diluncurkan pertama kali pada September 2020. Program inkubasi ini diikuti oleh total 50 startup early-stage di Indonesia.

Tahun ini, terdapat 15 startup early-stage dari total 5.723 pendaftar yang terpilih sebagai partisipan. Mereka yakni AturKuliner, AyoBlajar, Bicarakan, Bolu, Eateroo, Finku, FishLog, Gajiku, Imajin, Keyta, KreatifHub, Powerbrain, Sgara, Soul Parking, dan Zi.Care.