Ada enam startup di lima sektor di Indonesia yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) tahun ini. Kelima bidang ini diuntungkan saat pandemi corona. Kenapa mereka mengurangi jumlah karyawan?
Chief People Officer Tiket.com Dudi Arisandi mencatat, startup di Tanah Air yang melakukan PHK rerata yang diuntungkan dari pandemi corona. Mereka yakni Tanihub, Zenius, LinkAja, Pahamify, JD.ID, dan MPL.
“Mereka sebelumnya merekrut, karena kebutuhannya banyak saat itu (awal pandemi corona). Ketika ternyata pandemi berhasil ditangani, yang terjadi adalah surplus orang,” ujar Dudi dalam acara Talk 2 Talk, pekan lalu (29/5).
Zenius dan Pahamify misalnya, tercatat sebagai startup yang merekrut banyak pekerja saat pandemi. Datanya sebagai berikut:
Menurutnya, kondisi saat ini mirip dengan gelembung dot com pada 1998 - 2000-an. Saat itu, sektor teknologi tren dan perusahaan merekrut banyak pekerja. Mereka melantai di bursa efek dan mencatatkan harga saham yang meroket.
Perusahaan dot-com saat itu banyak menjalankan model startup yang bereksperimen dengan cara-cara baru dalam berbisnis. Namun, mereka tidak punya arah bisnis yang jelas dan tidak stabil.
Kemudian, gelembung dot-com meledak dan harga saham perusahaan internet itu runtuh. Bahkan banyak di antaranya yang gulung tikar.
“Saya pernah mengalami, di satu perusahaan, pegawai di sektor IT dikurangi dan dipekerjakan di outsource. Kemudian muncul dot com,” ujar dia. “Secara pribadi, aku sudah tiga kali menghadapi kasus seperti sekarang ini.”
Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro menyampaikan, likuiditas di sektor startup berkurang. Alhasil, investor semakin selektif dalam menyuntikkan dana ke perusahaan rintisan.
“Investor sudah selektif. Tidak lagi akan menyetujui ‘bakar uang’ yang tidak ada habisnya. Oleh sebab itu, startup harus pintar mengolah dana, jadi mereka melakukan efisiensi,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, minggu lalu (28/5).
“Efisiensi tidak hanya PHK. Bisa mengurangi biaya pemasaran atau menunda peluncuran produk baru. Kami sebagai investor apresiasi kalau mereka memutuskan PHK, karena harus survive. Mereka harus begitu ketimbang tutup,” tambah dia.
Sedangkan pengetatan likuiditas terjadi karena beberapa faktor, yakni:
- Kebijakan moneter bank sentral di banyak negara
- Perang Rusia dan Ukraina yang berpengaruh terhadap suplai
“Menurut saya tidak ada hubungannya dengan pandemi corona. Investasi di startup kan untuk lima sampai 10 tahun. Masa, investasi tidak jalan hanya karena pandemi Covid-19,” kata dia.
Dia memperkirakan, pengetatan likuiditas itu terjadi dalam satu sampai dua tahun. “Saya tidak tahu juga. Ini perkiraan saja,” ujar dia.
Hal senada disampaikan oleh Managing Partner East Ventures Roderick Purwana. Menurutnya, perusahaan teknologi di Silicon Valley, Amerika Serikat (AS) yang marak PHK terjadi karena sejumlah pemicu, seperti:
- Ekspektasi investor kepada perusahaan teknologi berkurang setelah pandemi Covid-19
- Tingginya inflasi dunia yang membuat bank sentral AS, The Fed menaikkan suku bunga
- Kekhawatiran geopolitik, seperti perang Rusia dan Ukraina
"Ini akan memberi dampak ke dunia, dimana investor lari ke aset yang lebih aman," kata Roderick, tiga minggu lalu (17/5).
Khusus di Indonesia, menurutnya relatif lebih terjaga. Sebab, ekonomi Indonesia secara makro cenderung stabil. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi kuartal I mencapai 5,01% secara tahunan (year on year/yoy).
Meski begitu, startup Indonesia tetap terkena imbasnya. "Ada perubahan pola pendanaan dan valuasi," katanya.
Menurutnya, investor akan mencari startup Indonesia yang dianggap berkualitas. Sedangkan, dari sisi valuasi akan ada penyesuaian.