Startup dekarbonisasi yang baru-baru ini mendapatkan pendanaan dari AC Ventures, Accacia, mengincar potensi pasar dekarbonisasi properti senilai US$18 triliun (Rp 286,2 kuadriliun dengan kurs Rp 15.900/US$). Accacia memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan Software as a Service (SaaS) untuk merevolusi dekarbonisasi properti global.
Sektor properti merupakan penyumbang utama emisi karbon global, berkontribusi terhadap hampir 40% dari total emisi gas rumah kaca di dunia. Dekarbonisasi di sektor properti menawarkan peluang besar, membutuhkan investasi sebesar US$18 triliun dalam dekade mendatang untuk mencapai emisi nol bersih (net zero emission).
Pasar perangkat lunak akuntansi karbon global saat ini bernilai US$15 miliar (Rp 238,5 triliun) dan diperkirakan akan mencapai US$50 miliar (Rp 795 triliun) dalam beberapa tahun mendatang. Sementara itu, pasar properti ramah lingkungan di negara-negara berkembang, termasuk Asia Tenggara, diperkirakan bernilai US$25 triliun (Rp 397,5 kuadriliun).
Helen Wong, Managing Partner, AC Ventures, mengatakan risiko iklim menjadi metrik yang harus dimiliki oleh para investor. Meskipun properti merupakan salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca, sektor ini juga sangat sulit untuk didekarbonisasi mengingat kompleksitas emisi rantai nilai, dari konstruksi hingga operasi.
"Mengingat minat kami yang mendalam terhadap iklim, kami yakin sektor ini membutuhkan solusi khusus yang dirancang sesuai dengan kompleksitas sektor properti," ujar Helen, dalam siaran pers, Senin (20/5).
Platform Pelacakan Emisi Karbon
Annu Taireja, Co-founder and CEO of Accacia, mengatakan ada kebutuhan mendesak dan peluang besar untuk dekarbonisasi di industri properti global. Accacia didirikan untuk menjawab kebutuhan tersebut dengan mengintegrasikan sistem yang sudah ada dan menyediakan solusi komprehensif untuk melacak dan mengurangi emisi.
Accacia membantu melakukan berbagai hal penting, termasuk mengukus emisi scope 1, 2, dan 3 dari operasi aset. Perusahaan juga menilai dan meningkatkan desain bangunan untuk mengurangi karbon yang terkandung. Selain itu, Accacia akan menghitung emisi yang dibiayai untuk portofolio investasi, menetapkan target nol bersih, melacak perjalan dekarbonisasi, dan lain-lain.
"Pada intinya, produk kami adalah platform pelacakan emisi karbon. Namun, ini melampaui sekadar pelacakan untuk memfasilitasi dekarbonisasi yang nyata," ujar Annu.
Tim pendiri perusahaan ini termasuk Jagmohan Gaarg, yang sebelumnya bekerja dengan Annu di Oxfordcaps, sebuah bisnis perumahan mahasiswa berbasis teknologi yang dibangun dan dikembangkan hingga mencapai pendapatan tahunan berulang US$20 juta (Rp 318 miliar).
Adapun Co-founder dan CTO Accacia, Piyush Chitkara, adalah konsultan teknis untuk Oxfordcaps. Ia membawa pengalaman senior dari perusahaan teknologi besar, seperti Cisco, Rakuten Mobile, dan lainnya.
Accacia yang diluncurkan pada 2022 saat ini sudah memiliki beberapa klien besar, seperti Hines, manajer aset properti yang memiliki dana kelolaan US$100 miliar (Rp 1,59 kuadriliun). Klien lainnya adalah JSW Group yang merupakan konglomerat terbesar di India yang bergerak di berbagai sektor, termasuk semen, baja, dan infrastruktur.
Baru-baru ini Accacia menutup putaran pendanaan pra-seri A senilai US$6,5 juta (Rp 103,35 miliar) yang dipimpin oleh Illuminate Financial. AC Ventures turut berpartisipasi dalam pendanaan ini.
Di masa depan, Accacia bertujuan untuk mengembangkan lebih lanjut mesin perencanaan dekarbonisasinya untuk memberikan solusi dalam mengoptimalkan konsumsi energi dan mengurangi emisi karbon. Accacia juga berencana memperluas operasinya ke Amerika Utara dan menjalin kemitraan strategis dengan klien-klien besar.