Pengguna AI di Indonesia Terbanyak di Dunia tapi Minim Ahli dan Startup Terkait
Pengguna ChatGPT di Indonesia terbanyak ketiga di dunia, menurut data Mary Meeker per Juni. Namun jumlah startup AI di Indonesia hanya sekitar 45, jauh di bawah Malaysia 60 lebih dan Singapura 495.
Jumlah pengguna ChatGPT Indonesia menyumbang 5,7% dunia, menurut data Mary Meeker. Urutan pertama India 13,5% dan Amerika Serikat 8,9%.
Laporan Google, Temasek, dan Bain & Company bertajuk eConomy SEA 2025 juga menunjukkan 80% pengguna di Indonesia berinteraksi dengan alat berbasis AI setiap hari, tertinggi kedua di kawasan.
Antusiasme itu tecermin di pasar dengan pertumbuhan pendapatan aplikasi berbasis AI yang melonjak hingga 127% antara paruh pertama 2024 dan paruh pertama 2025. Persentasenya tertinggi di Asia Tenggara.
“Kami melihat adopsi yang luas di kalangan bisnis, permintaan pasar yang kuat, dan respon positif pengguna yang luar biasa, semuanya menegaskan bahwa AI bukan sekadar gelombang teknologi baru, tetapi akan mengubah cara bisnis beroperasi dan berkembang,” kata Country Director Google Indonesia Veronica Utami dalam keterangan pers, dikutip Senin (17/11).
Indonesia Berisiko Hanya Menjadi Pasar AI
Veronica Utami menyoroti ekosistem pengembang perangkat lunak alias developer software dan startup lokal yang perlu tumbuh lebih cepat agar dapat menyeimbangkan permintaan besar dari konsumen dan tenaga kerja.
Selain jumlah startup AI yang sedikit, investasi ke perusahaan rintisan berbasis kecerdasan buatan di Indonesia hanya US$ 91 juta selama Juli 2024 – Juni 2025. Sebagai perbandingan, Singapura US$ 1,31 miliar.
Bahkan, hanya 50% investor yang memperkirakan pendanaan swasta di Indonesia akan meningkat selama 2025 – 2029. Persentasenya di bawah Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Rinciannya sebagai berikut:
- Singapura: 100%
- Vietnam: 79%
- Malaysia: 64%
- Indonesia: 50%
- Filipina: 43%
“Urgensinya jelas. Indonesia perlu secara strategis mengubah antusiasme pengguna dan momentum pasar menjadi inovasi dalam negeri,” kata Veronica.
Hal itu membutuhkan kolaborasi antara investor, pembuat kebijakan, dan pelaku bisnis untuk membangun infrastruktur, mengembangkan talenta, memastikan adopsi dan integrasi AI yang cerdas, serta memperkuat kepercayaan melalui tata kelola yang baik.
“Indonesia berada pada posisi yang sangat kuat untuk mengamankan kepemimpinannya di masa depan ASEAN yang digerakkan oleh AI,” Veronica menambahkan.
Chief of Economic OpenAI Ronnie Chatterjie pada Juni menyampaikan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna ChatGPT terbanyak di dunia. Namun jumlah pengembang perangkat lunak alias developer software-nya sedikit.
“India, Jepang, dan Korea Selatan memimpin dalam jumlah developer. Di Indonesia, pertumbuhan pengguna ChatGPT sangat pesat yakni meningkat tiga kali lipat dalam setahun terakhir,” kata Ronnie dalam acara Tech In Asia: Asia Economic Summit 2025 pada sesi bertajuk ‘Grasping Asia's AI opportunity’ di Jakarta, pada Juni (26/6).
“Namun jumlah pengembang yang membangun aplikasi dengan Antarmuka Pemrograman Aplikasi atau Application Programming Interface (API) masih perlu ditingkatkan, agar Indonesia bisa berperan lebih aktif sebagai pencipta teknologi, bukan hanya pengguna,” Ronnie menambahkan.
Padahal, OpenAI sudah membuat model open-source yang bisa digunakan oleh developer.
Menurut dia, lulusan STEM atau Science, Technology, Engineering, and Mathematics di Asia, termasuk Indonesia, perlu dibekali kemampuan membangun dengan AI, termasuk lewat API.
Selain itu, berbagai sektor perlu mulai mengadopsi teknologi AI, termasuk finansial, perdagangan, real estate hingga energi.
Ia juga mengungkapkan tantangan Indonesia di tengah perkembangan teknologi yakni melanjutkan tren adopsi tinggi ke arah penciptaan.
“Artinya, developer Indonesia perlu mulai membangun solusi nyata, dengan teknologi AI, yang relevan bagi masyarakat. Ini hanya bisa terjadi jika akses digital semakin merata, termasuk internet dan layanan publik digital dari pemerintah. Tanpa itu, potensi AI di Indonesia tidak akan maksimal,” ujar Ronnie.
Warga Indonesia Pakai AI untuk Bikin Gambar Viral Ketimbang Solusi Nyata
Ronnie Chatterjie mengungkapkan penggunaan ChatGPT di Asia, lebih banyak untuk belajar. Satu dari lima pesan di platform berkaitan dengan pembelajaran.
Selain itu, pengguna memanfaatkan ChatGPT untuk menulis, menerjemahkan, mengedit hingga membuat gambar atau produk digital, termasuk dalam bahasa lokal. “Di Indonesia, penggunaan untuk membuat gambar juga sangat populer,” ujar Ronnie.
Berdasarkan pantauan Katadata.co.id, netizen di Indonesia ramai membagikan gambar yang diolah menggunakan platform AI, termasuk ChatGPT. Gambar yang dibuat misalnya, foto yang diubah menjadi karakter Ghibli hingga Disney.
Kemudian pengguna AI di Indonesia bergeser ke Google Gemini, yang baru-baru ini meluncurkan fitur Nano-Banana.
Ronnie menyampaikan penggunaan AI akan maksimal jika digunakan untuk membuat solusi nyata atas tantangan yang dihadapi oleh masyarakat. Oleh karena itu, OpenAI membuat ChatGPT model open-source yang bisa digunakan oleh pengembang atau developer untuk membangun perangkat lunak seperti aplikasi atau platform berbeda untuk tujuan mengatasi persoalan warga.
Akan tetapi, Ronnie mencatat jumlah developer software di Indonesia tergolong minim.
Komdigi soal Startup AI Sedikit
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komunikasi dan Digital alias Komdigi Edwin Hidayat Abdullah menyampaikan beberapa faktor kunci dari perkembangan AI. Pertama, konektivitas.
Edwin menyebutkan konektivitas sudah bagus yang tecermin dari ketersediaan jaringan 4G melampaui 90% di seluruh pulau besar Indonesia. “Hanya saja, secara rata-rata, kecepatan internet ada yang sudah bagus dan yang belum,” kata dia di kantornya di Jakarta, Jumat (14/11).
Kedua, ketersediaan data center. Merujuk pada laporan eConomy SEA 2025, kapasitas pusat data Indonesia 330 Megawatt atau MW, berada di urutan ke empat di ASEAN di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Kapasitas data center di Indonesia diprediksi naik 250% menjadi 1.155 MW jika mencakup pembangunan yang direncanakan, sedang dibangun, telah dikomitmenkan, dan dalam tahap awal.
Ketiga, konten atau data yang diolah. Oleh karena itu, Komdigi berfokus memperbaiki pengelolaan data.
Keempat, kompetensi. “Ini yang ingin kami kembangkan dengan cepat,” ujar Edwin.
Terakhir, kesadaran korporasi dalam menerapkan AI di Indonesia.