Hoaks Selama Sidang Pilpres di MK Turun 93% Dibanding Kerusuhan 22 Mei

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ilustrasi, Komisioner KPU Ida Budhiati (kedua kanan) selaku pihak termohon mengikuti sidang panel 1 perkara perselisihan hasil pemilu kepala daerah 2017 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (16/3). Berdasarkan pantauan mesin pengais Kominfo, ada 50 URL berisi hoaks selama sidang sengketa Pilpres di MK.
2/7/2019, 19.10 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, sebaran hoaks selama sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) turun 93% dibanding saat kerusuhan di Jakarta pada 21-22 Mei lalu. Karena itu, Kementerian Kominfo tidak membatasi akses media sosial maupun aplikasi percakapan.

Berdasarkan pantauan mesin pengais Kominfo, ada 50 alamat khusus di internet alias Uniform Resource Locator (URL) berisi hoaks selama sidang sengketa Pilpres di MK. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding kerusuhan pada 21-22 Mei lalu, yang mencapai 700 URL.

(Baca: Sidang MK Kondusif, Kominfo Tak Akan Batasi Media Sosial)

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu mengatakan, hoaks meningkat saat putusan sidang MK pada 27 Juni lalu. Namun, hoaks yang beredar tidak spesifik terkait keputusan MK. “Hoaksnya cenderung opini (salah satu calon presiden). Itu pun jumlahnya tidak banyak,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (2/7).

Karena itu, Kementerian Kominfo tidak membatasi akses media sosial maupun aplikasi percakapan. Selain karena jumlahnya lebih sedikit, hoaks yang beredar pun tidak bersifat menghasut. “Dari 50 URL yang telah diblokir, tidak ada hoaks yang bersifat memecah belah dan masif,” kata dia.

(Baca: Kominfo Pantau Sebaran Hoaks Jelang Sidang Sengketa Pilpres di MK)

Secara keseluruhan, ia menyebutkan bahwa hoaks yang beredar selama Januari hingga Maret mencapai 175, 353, dan 453 konten. Lalu, jumlahnya naik menjadi 501 pada April. Kemudian sebaran hoaks menurun pada Mei dan Juni, masing-masing 402 dan 330 konten.

Sebelumnya, Nando menjelaskan, opsi pembatasan akses tersebut akan dikaji terlebih dulu dengan instansi terkait, seperti Kementerian Politik Hukum dan HAM (Polhukam). Pengambilan keputusan tersebut juga akan mempertimbangkan temuan mesin pengais atau AIS.

Kalaupun opsi terakhir itu jadi diterapkan, hanya beberapa fitur di media sosial atau aplikasi percakapan yang bakal dibatasi. Rencananya, Kementerian Kominfo juga tidak akan melakukan sosialisasi atau pemberitahuan jika pembatasan akses itu jadi dilakukan.

(Baca: Tak Batasi Medsos saat Sidang MK, Kominfo: Belum Ada Peningkatan Hoaks)

Reporter: Cindy Mutia Annur