Kominfo Pantau Sebaran Hoaks Jelang Sidang Sengketa Pilpres di MK
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) fokus memantau penyebaran informasi palsu atau hoaks jelang sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), yang akan dimulai pada 14 Juni nanti. Kementerian Kominfo ingin mengantisipasi penyebaran hoaks secara masif, seperti yang terjadi pada saat kerusuhan di Jakarta pada 21-22 Mei lalu.
Meski begitu, Menteri Kominfo Rudiantara belum menetapkan apakah bakal membatasi akses media sosial dan aplikasi percakapan seperti Mei lalu, atau tidak. “Saya belum tahu,” kata dia di kantornya, Jakarta, Rabu (12/6).
Ia menjelaskan, instansinya berkoordinasi dengan kementerian lain sebelum memutuskan untuk membatasi akses media sosial dan aplikasi percakapan pada Mei lalu. Berdasarkan koordinasi tersebut, pemerintah menilai sebaran hoaks terkait kerusuhan di Jakarta pada 22 Mei lalu bisa mengancam keamanan negara.
Ada sekitar 600 hingga 700 alamat khusus di internet alias Uniform Resource Locator (URL) berisi hoaks yang beredar setiap harinya, selama 22-24 Mei lalu. URL tersebut terdeteksi oleh mesin pengais konten Kominfo, yang disebut AIS. Setelah akses media sosial dan aplikasi percakapan dibatasi, Kementerian Kominfo mencatat penyebaran hoaks melalui URL turun menjadi sekitar 100.
(Baca: Kominfo Tutup 2.184 Akun dan Situs Selama Pembatasan Media Sosial)
Karena itu, Kementerian Kominfo akan memantau sebaran hoaks terlebih dulu baru berkoordinasi dengan instansi lain guna memutuskan kebijakan lanjutan. “Kami akan memantau sebaran hoaks,” kata dia.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu menambahkan, instansinya belum menyiapkan skenario guna mengantisipasi masifnya penyebaran hoaks jelang sidang sengketa Pilpres 2019 di MK. “Apabila ada banyak konten yang (bersifat) menghasut atau memecah belah bangsa seperti kerusuhan 21-22 Mei lalu, maka kami lakukan lagi (pembatasan akses). Itu pilihan terakhir sekali,” kata dia.
(Baca: Ini Tahapan Sidang Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi)
Opsi pembatasan akses tersebut akan dikaji terlebih dulu dengan instansi terkait, seperti Kementerian Politik Hukum dan HAM (Polhukam). Pengambilan keputusan tersebut juga akan mempertimbangkan temuan mesin AIS.
Kalaupun opsi terakhir itu jadi diterapkan, hanya beberapa fitur di media sosial atau aplikasi percakapan yang bakal dibatasi. Rencananya, Kementerian Kominfo juga tidak akan melakukan sosialisasi atau pemberitahuan jika pembatasan akses itu jadi dilakukan.
(Baca: Kominfo Temukan 30 Hoaks dan Disinformasi Terkait Kerusuhan 22 Mei)