Riset Siberkreasi menyebutkan, 66,5 % remaja di Bandung, Denpasar, Pontianak, dan Surabaya mempelajari penggunaan teknologi digital secara autodidaktik. Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara pun menilai, program terkait literasi digital perlu dikaji ulang.
Survei tersebut dilakukan terhadap 2 ribu responden di empat kota pada September hingga November 2018. Responden yang terlibat dalam survei ini rerata berusia 13-18 tahun dan tengah menempuh pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. Survei ini digelar dalam rangka Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD).
Sejalan dengan hal itu, Rudiantara mengatakan bahwa program literasi digital saat ini belum efektif. “Tapi bukan berarti program-program yang sudah ada itu tidak bagus,” kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (1/4). Untuk itu, menurutnya perlu ada kajian mendalam guna menetapkan literasi digital yang efektif.
(Baca: Tingkatkan Literasi Digital Perempuan, Kominfo Kembangkan Sisternet)
Literasi digital ini menjadi penting di tengah perkembangan teknologi saat ini. Apalagi, informasi palsu (hoaks) dengan leluasa beredar di internet. Di samping itu, literasi digital penting guna meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang teknologi.
Dewasa ini, menurutnya literasi digital adalah hal yang fundamental dan strategis. “Pemanfaatan teknologi digital juga untuk meningkatkan nilai tambah, misalnya untuk pengembangan startup dan sebagainya,” ujar Rudiantara.
(Baca: Kementerian Kominfo Identifikasi 453 Hoaks Sepanjang Maret 2019)
Di samping itu, Kementerian Kominfo juga akan bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi untuk meningkatkan literasi digital. Misalnya, operator seluler mengirimkan pesan singkat terkait literasi digital kepada para pelanggannya minimal seminggu sekali.
Sementara itu, Ketua Divisi Riset Siberkreasi Catur Nugroho mengatakan, bahwa riset ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan remaja terkait media digital di Indonesia. Riset ini juga membahas tentang kemampuan remaja Indonesia dalam memilah informasi di internet.
Hasilnya, mayoritas remaja belajar mengenai digital secara autodidaktik. “Lalu, mereka belajar lewat keluarga. Baru melalui sekolah,” ujarnya.
(Baca: Mayoritas UKM Pengguna WhatsApp Business Catat Peningkatan Penjualan)
Setidaknya ada delapan komponen penilaian dalam risetnya. Di antaranya; functional skills and beyond, creativity, collaboration, communication, the ability to find and select information, critical thinking and evaluation, cultural and social understanding, dan e-safety.
Dari penilaian tersebut, 80% responden sudah pada level advance terkait kemampuan dalam mencari dari memilah informasi. Menurutnya, hasil tersebut sudah bagus. Namun, komponen kreativitas responden merupakan yang paling rendah di antara delapan penilaian tersebut.
(Baca: Qlue Ajak Pemuda dari 34 Provinsi Jadi Agen Smart City)
Sejauh ini, Siberkreasi sudah meluncurkan beberapa program seperti buku Seri Literasi Digital 3.0, Indeks Literasi Digital, School of Influencer, Pandu Digital, Saka Milenial atau Gerakan Pramuka Kwarda Jawa Tengah, Seleksi Nasional Produk TIK (idenTIK), dan Republic of IoT (RIoT).
Sejak Januari 2018, Siberkreasi telah meluncurkan 65 buku dengan berbagai topik untuk mendukung literasi digital di Indonesia. Buku-buku tersebut dapat diakses, diunduh, dan diperbanyak secara bebas melalui situs http://literasidigital.id. Hingga saat ini, jumlah unduhan buku digital tersebut sudah mencapai 150 ribu kali.