Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan, ada enam teknologi yang bakal diadopsi secara masif di Indonesia. Namun, di saat yang sama, ada hal-hal yang perlu diantisipasi.
Yang pertama adalah teknologi digital, seperti komputasi awan (cloud computing), mobile internet, dan automation. Kedua, teknologi yang mengurangi jarak dan tenaga seperti Internet of Things (IoT), 3D Printing; dan Nano Technology.
Ketiga, terkait energi seperti sinar matahari, angin, nuklir, bio, atau geothermal. Keempat, teknologi di bidang kesehatan. "Kami harus memaksimalkan peluang yang didapat dari teknologi, seperti meningkatkan produktivitas," ujar Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di dalam acara GovPay GovNext di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Selasa (22/1).
(Baca: Bappenas Ajak Swasta Tingkatkan Anggaran Riset hingga 2% dari PDB)
Kelima, blockchain yang mengombinasikan kecerdasan buatan dan big data. Keenam, program algoritma genetika. "Kami sudah coba untuk menggunakan data statistik dan big data untuk mengoptimalkan manfaatnya," ujar dia.
Hanya, ia menyadari bahwa teknlologi juga bisa memberi dampak negatif. Terhadap pekerjaan misalnya, yang bersifat rutin manual, dan kognitif akan tergantikan oleh teknologi. Jika itu terjadi, pemerintah harus mengantisipasi dampaknya terhadap kesenjangan pendapatan dan stabilitas ekonomi.
Senada dengannya, National Technology Officed Microsoft Indonesia Tony Seno Hartono mengatakan, bahwa blockchain dan cloud adalah teknologi yang akan banyak dipakai ke depan. Bahkan, beberapa negara sudah menggunakan blockchain untuk birokrasi.
(Baca: Empat Sektor Digital Diproyeksi Tumbuh Pesat hingga 2020)
Ia mencontohkan, Singapura menggunakan blockchain untuk mengantisipasi terjadinya fraud. Lalu, Inggris memanfaatkan blockchain untuk memantau hibah dan kesejahteraan masyarakat. Denmark juga menggunakan blockchain untuk perumahan.