Huawei Dikabarkan Uji Coba AI untuk Identifikasi Muslim Uighur

123RF.com
Ilustrasi Huawei
10/12/2020, 09.22 WIB

Raksasa teknologi asal Tiongkok, Huawei dikabarkan menguji coba perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk mengidentifikasi etnis muslim Uighur. Hasilnya diberikan kepada kepolisan.

Informasi itu diungkapkan oleh peneliti pengawasan video di IPVM. Untuk menjalankan proyek tersebut, Huawei disebut-sebut berkolaborasi dengan perusahaan produsen AI asal Tiongkok, Megvii.

Proyek identifikasi wajah itu merupakan demonstrasi tentang bagaimana perangkat keras seperti kamera, server, dan infrastruktur komputasi awan (cloud) milik Huawei dikolaborasikan dengan algoritme dari Megvii.

Namun, IPVM menyoroti fitur peringatan Uighur. "Fitur ini dapat menentukan etnis sebagai bagian dari analisis atribut wajah," demikian tertulis pada laporan, dikutip dari CNBC Internasional, Rabu (9/12).

Fitur tersebut akan memberikan peringatan, jika subjek teridentifikasi Uighur. Kemudian, hasilnya dilaporkan kepada kepolisian.

Muslim Uighur merupakan kelompok minoritas yang berdomisili di barat laut Tiongkok. Kabarnya, pemerintah memindahkan satu juta warga etnis ini ke jaringan kamp penahanan di provinsi Xinjiang dan memaksa untuk mengikuti program indoktrinasi.

Beijing membantah hal itu. Namun, The Verge melaporkan bahwa citra satelit mengonfirmasi keberadaan kamp-kamp tersebut.

Pada tahun lalu, New York Times melaporkan bahwa sejumlah perusahaan teknologi yang memiliki layanan identifikasi wajah di Tiongkok, membangun algoritme khusus untuk memberi peringatan terkait etnis Uighur. Perangkat ini terintegrasi ke jaringan kamera pengintai.

Kemudian, AI menyimpan catatan dan data tentang kedatangan dan kepergian etnis Uighur. "Teknologi dan penggunaan AI mengawasi 11 juta etnis Uighur di Tiongkok," kata lima orang yang memiliki pengetahuan langsung tentang sistem tersebut, dikutip dari The New York Times, awal tahun lalu (14/4/2019).

Berdasarkan riset sejumlah dokumen dan wawancara menunjukkan, pihak berwenang menggunakan sistem rahasia dari teknologi identifikasi wajah tersebut. Ini digunakan untuk melacak dan mengendalikan warga Uighur.

"Pemerintah sengaja menggunakan kecerdasan buatan untuk profil rasial," kata para ahli.

Tiongkok pun dikecam beberapa negara karena kabar tersebut. Sejumlah perusahaan asal Tiongkok bahkan dikenakan sanksi oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).

Per Juli 2020, Departemen Perdagangan AS memasukkan 48 perusahaan Tiongkok ke dalam daftar hitam (blacklist). Alasannya, diduga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kepada etnis Uighur di Xinjiang, Tiongkok.

Departemen Perdagangan mengatakan, perusahaan tersebut terlibat dalam kerja paksa warga Uighur. Mereka di antaranya bergerak di bidang tekstil dan dua lainnya, menurut pemerintah, melakukan analisis genetik untuk melanjutkan penindasan kaum Uighur dan minoritas muslim lainnya.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan