Korporasi dan UMKM Indonesia Masif Adopsi AI, IoT, Cloud saat Pandemi

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pengunjung melihat alat teknologi robot pada Pameran Inovator Inovasi Indonesia Expo (I3E) 2019 di Jakarta Convention Center, Kamis (3/10/2019).
Penulis: Desy Setyowati
19/4/2021, 17.13 WIB

Lalu ditambahkan sensor di dekat sopir. Banyak kecelakaan terjadi biasanya karena sopir kurang tidur. Alat akan mendeteksi wajah sopir dan mengecek apakah dia lelah atau tidak. Ini banyak praktiknya.

Sektor yang banyak mengadopsi teknologi saat pandemi corona?

AI untuk koleksi data banyak sekali institusi finansial yang masuk. Kalau bicara data AI tahapannya banyak. Misalnya credit scoring untuk KPR, ada submit cicilan beberapa tahun, lalu cek beban dan gaji. Analisis kredit melalui BI Checking kan perlu data flow. Integrasi ini biasanya pakai big data.

Banyak analisis yang sekarang terjadi sangat tradisional. Dengan teknologi, kenapa ditolak, itu bisa ketahuan. Parameter ini akan membantu bank untuk mengetahui orang ini layak atau tidak (untuk mendapatkan kredit). Kalau perbankan punya mesin ini, mereka memiliki kesempatan untuk menggaet lebih banyak pelanggan. Apalagi saat Covid-19 harus konsumen yang bagus.

Kominfo menyiapkan 5G dan diharapkan bisa tersedia paling cepat akhir 2022. Bagaimana ini mendorong adopsi teknologi di Indonesia?

Di Indonesia, biasanya genap seperti 2G dan 4G difokuskan untuk komersial atau B2C. Tetapi untuk 5G untuk B2B. Sekarang ini, 4G saja, kalau menyalahkan Netflix dan lainnya ini lebih dari cukup.

Dengan 5G, aliran data akan lebih cepat. Siapa pengguna yang akan sangat menikmati yakni korporasi. Kalau bicara plantation, mereka punya data yang sangat kuat untuk tahu kapan lahan tanam bibit dan apakah airnya tepat? Bayangkan, luasan cangkul sangat luas, data yang dikirim kan relatif banyak. Ini target yang sangat pas untuk 5G. Mereka bisa mengelola data dengan cepat dan aksinya tinggi. Jadi, ketimbang pupuk diberikan ke semua lahan, bisa dipilih lahan yang signifikan.

Bagaimana peningkatan adopsi IoT, AI, dan cloud di Indonesia?

IBM bekerja sama dengan Samsung dan M1 di Singapura. 5G itu korporasi. Korporasi akan banyak sekali menikmati hasilnya. Kami bekerja sama dengan mitra untuk membangun solusi 5G. Adopsinya menjadi lebih cepat dan pemanfaatannya lebih jelas.

Di Indonesia, kami berharap saat peluncuran bisa kerja sama dengan banyak perusahaan telekomunikasi.

Dengan adanya 5G, adopsi teknologi IoT, AI, dan cloud akan jauh lebih cepat. Contohnya plantation pakai IoT dan sensor. Kirim data ke mana? Kalau kirim pun lambat. Dengan adanya 5G, adopsi ketiga teknologi ini akan tumbuh.

(BACA JUGA: Nasib Indonesia di Tengah 'Perang Dingin' Teknologi Kecerdasan Buatan)

Dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, bagaimana peningkatan adopsi teknologi oleh perusahaan dan UMKM di Indonesia?

Berdasarkan pengalaman sekitar 10 tahun, mereka (UMKM) biasanya punya kriteria. Mereka yang paling penting ‘tolong kasih solusi yang terbukti berhasil’. Kalau gagal, mereka tidak punya uang untuk uji coba kedua kali. Kalau korporasi besar punya uang yang banyak.

Kedua, UMKM ingin harganya murah. Untuk enterprise setidaknya butuh 10 fungsi, sementara UMKM hanya tiga sampai empat fungsi. Jadi, yang ditawarkan yakni harus lebih murah namun tepat guna.

Ketiga, mereka tahu ‘tetangga’ pakai (teknologi) apa. Jadi, mereka mau improve supaya lebih baik.

Teknologi yang paling banyak diadopsi oleh UMKM saat pandemi corona apa saja?

Adopsinya tinggi sekali. Server misalnya, kan tidak butuh beli. Mereka bisa bayar bulanan. Jadi cloud sangat cocok. Adopsi (layanan) cloud pun tumbuh lebih dari 20%. Tapi harus dilihat kepulan yang terjadi misalnya, hal yang menghambat bisnis dan pembatasan operasional. Maka, dari segi teknologi, mereka mencari enam sampai tujuh prioritas.

Pertama, tentu yang bisa membuat mereka beroperasi di rumah seperti telekonferensi. Kedua, keamanan siber untuk karyawan yang bekerja di rumah. Ketiga, data AI. Bagaimana mereka mengelola insights supaya lebih bisa bersaing. Ini tidak perlu IoT yang canggih. Misalnya, bagaimana merka mengerti data konsumen.

Dengan begitu, mereka mengetahui produk apa yang laris. Kemampuan mereka untuk mendorong pemesanan ulang itu bisa di-follow up lewat Whatsapp, “kita ada promo baru nih”. Jadi adopsi teknologi, tidak serta merta bicara IRP atau back end, tetapi juga front end.

Bagaimana tren serangan siber seiring meningkatnya penggunaan teknologi?

Saat pandemi Covid-19, ada satu pasar yang pengeluarannya lumayan. Dulu, kalau bicara e-commerce, kaum milenial sudah fasih memakainya. Sedangkan yang lebih tua memilih offline.

Pandemi corona memaksa mereka untuk ikut menggunakan teknologi. Mereka lebih mempunyai uang. Ini yang ditarget (oleh pelaku serangan siber). Mereka dikirimkan tautan via Whatsapp atau SMS.

Jadi perlu dua hal yakni peningkatan akses teknologi dan pemahaman mengenai kerentanan. Sebagus apapun teknologi, kalau edukasi tidak ditingkatkan, tentu akan dibobol.

Serangan siber malware bagaimana?

E-commerce itu jadi target. Indonesia punya unicorn yang banyak. Mereka (pelaku serangan siber) tahu populasi kita besar dan banyak startup digital.

Penyerangannya dari dua sisi yakni korporasi dan konsumen. Korporasi punya dana untuk antisipasi. Yang konsumen ini yang rentan.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati