Nasib Indonesia di Tengah "Perang Dingin" Teknologi Kecerdasan Buatan

Desy Setyowati
9 Maret 2021, 19:48
Perang Teknologi Kecerdasan Buatan yang Disebut Jokowi dan Posisi RI
123RF.com/Sergey Nivens
Ilustrasi
  • Presiden Jokowi menyampaikan saat ini era 'perang dingin' di bidang kecerdasan buatan
  • Jokowi ingin BPPT menjadi pusat kecerdasan buatan di Indonesia
  • Tiongkok dan AS bersaing ketat di bidang teknologi, termasuk AI dan 6G untuk menguasai pasar ke depan 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa saat ini era perang kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI). Dua negara yang terang-terangan bersaing di bidang teknologi yakni Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Jokowi pun ingin Indonesia ikut mengembangkan AI.

Jokowi mengatakan bahwa persaingan di bidang AI secara global sangat ketat. “Saat ini, kita di zaman perang AI,” ujar dia saat membuka Rakernas Penguatan Ekosistem Inovasi Teknologi BPPT 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/3).

Persaingan AI tersebut dinilai menciptakan suasana yang serupa dengan perang dingin. Pihak yang berhasil menguasai AI dianggap berpotensi untuk menguasai dunia.

Jokowi mengatakan, Indonesia juga menghadapi perang AI. "Ini memerlukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang bisa memproduksi teknologi sendiri," ujarnya.

Perang tersebut tampak pada laporan riset Bain and Company bertajuk ‘Technology Report 2020: Timing the Flux’. Riset ini menyebutkan, AS dan Tiongkok telah memulai pemisahan ekosistem teknologi global. Hal itu memaksa perusahaan di industri ini untuk mengubah strategi bisnis.

“Saat langkah menuju pemisahan terus berlanjut, lebih banyak perusahaan teknologi akan meninjau kembali strategi bisnis di AS dan Tiongkok,” bunyi isi laporan Bain, yang dirilis Oktober tahun lalu.

Bain menilai, mereka akan berusaha menyeimbangkan target bisnis di masing-masing negara, sekaligus mengalahkan pesaing. “Kompleksitasnya tinggi, tetapi hadiahnya yakni akses berkelanjutan ke pasar teknologi global yang besar.”

AS dan Tiongkok bersaing di banyak sektor teknologi, termasuk AI. Bain mencatat, perusahaan AI dan mesin pembelajar atau machine learning mendapatkan hampir seperlima dari total pendanaan ventura yang berbasis di AS pada paruh pertama tahun lalu.

“Google dan raksasa teknologi lain yang menjadi perusahaan ‘AI-first’, komputasi awan (cloud), dan ponsel pintar (smartphone) telah mengambil alih ‘kursi belakang’,” demikian dikutip.

Itu karena data, machine learning, dan AI memainkan peranan mendasar dalam pertumbuhan dan evolusi industri teknologi pada tahun-tahun mendatang. Sedangkan kunci dari pengembangan AI yakni talenta digital dan data.

Bain mencatat, karyawan AI di raksasa teknologi rerata dua kali lebih banyak dibandingkan divisi lain. “Ini membantu mereka mengembangkan produk AI yang lebih inovatif dan menangkap pasar yang lebih besar,” demikian tertulis.

Dalam acara Tortoise Global AI Summit pada Mei 2020, para narasumber juga sepakat bahwa AI menjadi fokus utama bisnis teknologi. “Tiongkok dan AS mengandalkan platform ekonomi untuk memperluas pengaruh dalam mengendalikan dunia. AI adalah fitur utama dalam perlombaan teknologi (bagi keduanya),” kata mantan kepala agen mata-mata MI6 Inggris, John Sawers, dikutip dari Venture Beat.

Ia melihat, perusahaan-perusahaan di Uni Eropa mengandalkan kerja sama dengan AS dan Tiongkok dalam pengembangan teknologi. Namun, “di mata banyak orang Eropa, Tiongkok menjadi jauh lebih tegas,” ujar dia.

“Kami melihat apa yang dilakukan Beijing di Hong Kong di Laut China Selatan. Dan kami melihat apa yang dilakukannya di domain keamanan siber. Kami melihat betapa Tiongkok jauh lebih represif,” kata John.

Kepala Kantor pemerintah Inggris di bidang AI Sana Khareghani sepakat bahwa Tiongkok dan AS bersaing ketat di bidang AI. “Mereka menempatkan AI di tengah-tengah konfrontasi untuk waktu yang sangat lama,” ujar dia. “Ini perlombaan untuk menjadi pemimpin, dan teknologi diterapkan di sini.”

Sedangkan CEO Graphcore Nigel Toon menyampaikan, sebagian besar pengembangan AI di Tiongkok dipimpin oleh raksasa teknologi seperti Alibaba dan Huawei. Ini menjadi kekhawatiran perusahaan AS seperti Google dan Facebook.

“AI itu eksistensial,” kata Nigel. “Jika ada orang lain yang mengembangkan AI lebih terdepan daripada Google, itu menjadi kekhawatiran. Inilah mengapa mereka (Google dan Facebook) menginvestasikan banyak uang untuk ini. Ini mengapa Google membeli DeepMind.”

Nigel menilai, perusahaan teknologi di Tiongkok selama ini mendapatkan keuntungan dari sisi regulasi data dan privasi. Namun kini, Beijing mulai menerapkan peraturan baru untuk mencegah monopoli raksasa teknologi.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...