Otoritas terkait perdagangan Korea Selatan mengumumkan denda US$ 177 juta atau Rp 2,5 triliun kepada Google. Raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) ini dianggap menggunakan dominasi pasar sistem operasi atau operating system (OS) Android untuk mencegah persaingan.
Dalam keputusan Komisi Perdagangan Adil Korea atau Korea Fair Trade Commission (KFTC) kemarin (14/9), Google dianggap memaksa produsen ponsel menyetujui perjanjian anti-fragmentasi (AFA).
Para produsen smartphone seperti Samsung, Xiaomi, dan lainnya harus menandatangani perjanjian tersebut saat menjalin kontrak strategis dengan Google atas lisensi toko aplikasi dan akses awal ke operasi ponsel.
KFTC menduga, Google menggunakan dominasi pasar Android dalam perjanjian AFA. Google akan memblokir produsen ponsel, apabila menggunakan OS pesaing seperti Alibaba atau Amazon.
Berdasarkan data Statista, Google menguasai pangsa pasar OS seluler hampir 73% per Juni. Sedangkan OS milik Apple yakni iOS 26%. Sisanya, Alibaba dan Amazon.
Atas dugaan pelanggaran itu, Korea Selatan memberikan denda Google. Secara nominal, denda ini menjadi yang terbesar kesembilan yang pernah dikeluarkan oleh regulator.
"Denda ini sangat berarti, karena memberikan peluang untuk memulihkan persaingan di masa depan dalam pasar sistem operasi dan pasar aplikasi,” kata Ketua KFTC Joh Sung-wook dikutip dari The Verge, Selasa (14/9).
Selain denda, KFTC meminta raksasa teknologi itu berhenti memaksa perusahaan ponsel menandatangani AFA. Lalu, KFTC mendorong Google mengubah isi perjanjian AFA.
Juru bicara Google mengatakan, Android mendorong inovasi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak(software). OS ini juga membawa kesuksesan bagi produsen ponsel di Korea Selatan.
Ia menilai, KFTC mengabaikan manfaat Android tersebut. "Keputusan juga akan merusak keuntungan yang dinikmati konsumen," kata juru bicara Google dikutip dari CNBC Internasional.
Google pun berniat mengajukan banding atas keputusan KFTC tersebut.
Sebelumnya, Korea Selatan juga menekan Google terkait bisnis toko aplikasi Play Store. Parlemen Korea Selatan meloloskan amendemen Undang-undang (UU) Bisnis Telekomunikasi bulan lalu.
Amendemen tersebut melarang operator toko aplikasi seperti Google Play Store dan App Store dari Apple memaksa penggunaan sistem pembayaran kepada penyedia konten. “Dan, secara tidak pantas (mereka) menunda peninjauan, atau menghapus konten seluler dari toko aplikasi,” demikian isi catatan parlemen Korea Selatan, dikutip dari Reuters bulan lalu (25/8).
Perubahan regulasi itu memungkinkan pemerintah Korea Selatan meminta operator toko aplikasi mencegah kerugian bagi pengguna. Selain itu, “melindungi hak dan kepentingan pengguna,” demikian isi catatan.
Pemerintah Korea Selatan juga kemungkinan bisa menyelidiki operator pasar aplikasi seperti Google dan Apple. Selain itu, menjadi penengah atas perselisihan mengenai pembayaran, pembatalan, atau pengembalian uang di toko aplikasi.