Jakarta—Keberadaan teknologi digital diprediksi bakal mampu mengubah peta karir di suatu negara termasuk Indonesia. Jika 10 tahun lalu, banyak lulusan perguruan tinggi memilih untuk melamar pekerjaan sebagai karyawan dan merintis karir di kantor-kantor yang sudah mapan, kini para lulusan profesional itu bisa membuka kantor mereka sendiri secara digital.
Peluang usaha rintisan bagi lulusan universitas yang ingin menjejaki karir secara mandiri ini menjadi sorotan Murray Hurps, Director of Entrepreneurship University of Technology Sidney (UTS).
Dalam webinar UTS Katadata bertema “The Future of The Digital Economy in Indonesia”, Selasa (23/11/2021), Director of Enterprenuership UTS ini mengatakan bahwa teknologi digital sangat membuka kesempatan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan.
“Dengan teknologi digital orang bisa dengan mudah mendapatkan klien atau konsumen. Kemampuan profesional yang dimiliki bisa dikolaborasikan dengan kesempatan yang terbuka karena teknologi digital mendekatkan segalanya,” kata Murray.
Murray mencontohkan, kalau dulu seorang lulusan akuntansi harus bekerja di kantor akuntansi yang sudah mapan. Kini para lulusan professional itu bisa jadi menawarkan jasanya sendiri secara digital.
“Jadi di masa depan, mereka yang baru lulus tidak perlu cemas dengan karir karena mereka bisa menciptakan pekerjaan sendiri,” kata Murray.
Di sesi yang sama, dengan moderator Mariam Kartikatresni dari UTS, Harya Putra, Co-Founder & CPO, Warung Pintar Group, mengatakan bahwa peluang dan inovasi tercipta dengan sangat cepat saat ini, semua berkat teknologi digital. Di akar rumput seperti sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), teknologi digital telah diakses oleh para pengusaha kecil yang ingin usahanya bisa lebih maju.
Warung Pintar Group menciptakan sebuah aplikasi bernama Warung Pintar untuk memajukan usaha pemilik warung tradisional. Dengan aplikasi tersebut, pemilik usaha bisa memonitor warung seperti jumlah keuntungan, pengeluaran, serta stok barang.
Aplikasi ini juga bisa memangkas waktu belanja pemilik warung. Untuk membeli stok barang, pemilik warung tidak perlu repot pergi ke pasar atau distributor melainkan bisa berbelanja keperluan toko melalui Warung Pintar secara online.
“UMKM merupakan sektor yang menjadi penyokong ekonomi di Indonesia. Dulu pengusaha kecil berpikir bahwa teknologi digital hanya bisa diakses kaum elit, sekarang dengan segala kemudahaan penggunaan yang ditawarkan, pengusaha kecil juga mulai tertarik untuk mengadopsi teknologi digital,” kata Harya.
Didirikan sejak 2017, hingga saat ini lebih dari 500.000 warung sudah bergabung di dalam ekosistem Warung Pintar dan lebih dari 1000 mitra Grosir Pintar. Ekosistem ini juga menggandeng lebih dari 450 supplier, lebih dari 500 brand dan distributor serta 50 lebih gudang dan depot di lebih dari 200 kota dan kabupaten di Indonesia.
Francisco Widjojo, alumni UTS yang kini menjadi managing partner Arkblu Capital menyampaikan bahwa masa depan ekonomi digital di Indonesia sangat bagus. Dibandingkan negara lain seperti India dan Cina, Indonesia juga punya potensi sangat besar untuk mengembangkan ekonomi digital.
Arkblu Capital adalah perusahaan investasi swasta yang berfokus pada kelas aset modal ventura di Indonesia.
Dengan total populasi hingga 270 juta, Arkblu berinvestasi di perusahaan rintisan terbaik dengan jumlah investasi awal hingga $US500.000. Perusahaan investasi ini masuk ke sejumlah perusahaan luar negeri yang berpotensi memberikan dampak positif bagi kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
“Banyak yang tanya kenapa Indonesia? Karena Indonesia populasinya banyak dan banyak anak muda dengan smart penetration tinggi. Indonesia juga memiliki banyak pulau sehingga akan ada banyak masalah yang harus diselesaikan,” kata Francisco.
Sepuluh tahun lalu belum banyak startup di Indonesia dan sekarang telah bertumbuh sangat pesat sehingga ini bagus untuk investasi.
Pascal Christian, VP of Investment East Ventures, mengatakan, Indonesia punya demografik digital yang sangat besar. Pengguna internet di Indonesia menduduki peringat ke-3 di Asia, setelah Cina dan India, jumlahnya mencapai 200 juta lebih pengguna.
“Ini menunjukan bagaimana Indonesia sudah mengadopsi teknologi baru. Investor akan melihat perubahan ini, ada peralihan teknologi lalu mulai tumbuh perusahaan berbasis teknologi seperti fintech, ecommerce, dan lain-lain,” kata Pascal.
Investor akan fokus bagaimana mendapatkan untung dari teknologi.
Untuk mendukung kemajuan ekonomi digital di Indonesia, dibutuhkan regulasi pemerintah. Namun para panelis mengharapkan agar pemerintah tidak terlalu campur tangan dalam mengatur bisnis.
Francisco mengatakan, dukungan terbaik untuk eksositem digital adalah membiarkan bisnis itu sebagaimana adanya. Fokus pemerintah adalah menciptakan regulasi bisnis di sektor teknologi.