Pemerintah Indonesia akan mendorong adopsi tata kelola data lintas-negara atau cross border data flow dalam Forum Digital Economy Working Group (DEWG) Presidensi G20 tahun ini. Ini mengingat diperkirakan ada 453 eksabita atau 453 miliar gigabita (GB) data yang beredar di dunia pada 2025.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan, adopsi tata kelola data lintas-negara merupakan elemen penting bagi negara. Tujuannya, negara memiliki fondasi kepercayaan yang kuat.
"Penggunaan tata kelola data lintas-negara yang tepat dapat mempercepat kontribusi terhadap perekonomian dunia,” ujar Johnny dalam siaran pers, Rabu (2/3).
Ia mengatakan, data dianggap sebagai katalis vital bagi inovasi dan dasar ekspansi bisnis dewasa ini. Apalagi, pandemi Covid-19 mendorong peningkatan penggunaan teknologi digital, sehingga memicu peningkatan trafik dan konsumsi data gobal secara signifikan.
Namun, Johnny mengatakan bahwa implementasi tata kelola data lintas-negara memiliki tantangan tersendiri. Dikutip dari hasil studi Information Technology and Innovation Foundation, ada empat prinsip dalam penerapan kebijakan tata kelola data lintas-negara.
Keempatnya yakni:
- Pihak yang mengumpulkan data harus bertanggung jawab atas pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan, serta pembagian data yang dikumpulkan
- Setiap negara harus menerapkan mekanisme yang direvisi dan diperbarui untuk mengelola akses data lintas batas dengan tujuan penegakan hukum
- Negara harus memikul tanggung jawab untuk menghentikan aliran data yang melanggar hukum dan peraturan yang berlaku
- Negara-negara harus mendukung peran enkripsi dalam mengamankan aliran data dan teknologi digital
“Selain itu, keamanan dan kedaulatan data setiap negara harus diperhatikan dengan penuh hormat, penekanan pada prinsip-prinsip transparansi, keabsahan, keadilan, dan timbal balik,” katanya.
Ia juga menyatakan bahwa pemerintah Indonesia akan mendukung penekanan transfer data lintas-negara sesuai dengan hukum negara dan internasional yang berlaku.
Juru Bicara Kominfo Dedy Permadi mengatakan, tata kelola data lintas-negara juga menjadi isu penting karena diramal ada 453 eksabita data yang beredar di dunia pada 2025.
"Jadi harus ada tata kelolanya agar melindungi data dari penyalahgunaan," katanya konferensi pers di Jakarta, pada Januari (26/1) di Jakarta.
Tujuan pembahasan isu tersebut yakni memperkecil serangan siber dan mendorong adanya kesepakatan terkait perlindungan data pribadi.
Selain tata kelola data lintas-negara, ada dua isu utama lain yang akan dibahas dalam DEWG Presidensi G20 yakni konektivitas dan literasi digital.
Dedy mengatakan, dalam isu konektivitas DEWG Presidensi G20 tidak hanya sekadar membahas perluasan internet, tetapi juga konektivitas antar-manusia.
"Di isu ini juga kami akan berbicara bagaimana Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) naik kelas untuk pemulihan ekonomi," kata Dedy.
Kemudian, terkait dengan digital skill dan literasi digital. "Dalam isu ini kami dorong negara G20 punya pengukuran mengenai literasi digital," ujar Dedy.
Menurut Dedy, isu-isu yang dibahas di DEWG Presidensi G20 sesuai dengan kondisi Indonesia. Sektor digital Indonesia menurutnya sangat potensial.
Berdasarkan data internetworldstats, pengguna internet Indonesia mencapai 212,35 juta jiwa pada Maret 2021. Indonesia pun berada di urutan ketiga dengan pengguna internet terbanyak di Asia.
Berdasarkan data Google, Temasek, dan Bain & Company dalam laporan bertajuk e-Conomy SEA 2021, nilai ekonomi digital Indonesia diprediksi melonjak menjadi US$ 146 miliar atau sekitar Rp 2.080 triliun pada 2025. Lalu naik lagi menjadi US$ 330 miliar atau setara Rp 4.736 triliun pada 2030.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.