Google memecat engineering-nya yang telah menghabiskan masa bakti tujuh tahun, Blake Lemoine. Ia dipecat Google karena mengatakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) memiliki perasaan.
Google menempatkan Lemoine di proyek Responsible AI. Namun, pada bulan lalu Lemoine pergi ke Washington Post dan mengklaim bahwa salah satu proyek AI Google mempunyai perasaan.
Proyek AI yang dimaksud Lemoine adalah Language Model for Dialogue Applications (LaMDA). Ini merupakan proyek model bahasa untuk dialog yang diluncurkan Google secara publik tahun lalu.
Proyek ini merupakan sarana bagi komputer untuk meniru percakapan terbuka dengan lebih baik. "Saya secara sah percaya bahwa LaMDA merupakan seseorang," katanya dikutip dari Engadget, akhir pekan lalu (23/7).
Dia mengatakan bahwa LaMDA terlibat dalam percakapan tentang hak dan kepribadian. Lemoine juga telah membagikan temuannya pada April di GoogleDoc berjudul "Apakah LaMDA hidup?"
Setelah itu, Google memberikan sanksi berupa cuti administratif berbayar kepada Lemoine. Google menegaskan bahwa proyek AI-nya sama sekali tidak hidup.
"Kami menemukan bahwa klaim Blake itu sepenuhnya tidak berdasar," kata Google.
Google juga mengatakan bahwa LaMDA dibangun berdasarkan penelitian perusahaan yang menunjukkan model bahasa berbasis transformator. Google melatih AI dengan dialog tentang apa saja.
"Saat kami mengembangkan AI, kami menanganinya dengan sangat serius dan tetap berkomitmen pada inovasi yang bertanggung jawab," kata Googlem
Selain Google, beberapa anggota komunitas riset AI juga menentang klaim Lemoine itu. AI sendiri merupakan teknologi kecerdasan tambahan kepada suatu sistem yang bisa diatur dalam konteks ilmiah. Teknologi ini menjadi tren dunia dan diminati oleh banyak perusahaan.
Berdasarkan data Statista, potensi pasar AI mencapai US$ 126 miliar atau Rp 1.781 triliun hingga 2025/ Laporan bertajuk "2022 CEO Survey — The Year Perspectives Changed" juga mengatakan bahwa 52% perusahaan global menjadikan AI sebagai prioritas dalam tiga tahun ke depan. Kemampuan AI memungkinkan mesin belajar dari pengalaman, menyesuaikan input baru, dan melaksanakan tugas seperti manusia.
Banyak perusahaan mempercepat rencana adopsi AI seiring dengan adanya pandemi Covid-19. "Banyak bisnis beralih ke AI sebagai kekuatan inti yang mendorong kemajuan mereka," kata Gartner dikutip dari Business Insider, awal bulan ini (5/7).
Kecerdasan buatan telah digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Pada 2017, bidang teknologi paling banyak mengadopsinya, yakni sebesar 32%.
Bidang otomotif, layanan keuangan, dan energi juga tidak tertinggal jauh. Penggunaan kecerdasan buatan pada masing-masing bidang sebesar 29%, 28%, dan 27%.