Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengakui bahwa 15% - 20% sampel dari 1,3 miliar data SIM Card ponsel yang diduga bocor merupakan valid. Kominfo menegaskan, hal ini merupakan kesalahan penyelenggara.
Namun Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan tidak memerinci penyelenggara yang dimaksud. Sedangkan ahli informasi dan teknologi sebelumnya mengatakan, ada tiga pihak yang semestinya mengelola data SIM Card ponsel.
Ketiganya yakni Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kominfo, dan operator seluler.
“Sekali lagi itu tanggung jawab penyelenggara, bukan Kominfo,” kata Semuel dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (5/9).
Kominfo pun telah memanggil operator seluler seperti Telkomsel, Indosat, Tri hingga XL Axiata soal dugaan kebocoran 1,3 miliar data SIM card bocor. Kementerian juga memanggil ahli informasi dan teknologi (IT).
Kementerian pun memutuskan untuk melakukan investigasi lebih mendalam. Ini bertujuan mengetahui sumber kebocoran data dan langkah mitigasi selanjutnya.
Namun menurut Semuel yang paling bertanggung jawab dari adanya kebocoran data SIM Card ponsel ini adalah hacker atau peretas. Sedangkan menurut dia, pelaku yang membocorkan data ini dianggap sebagai pahlawan di Indonesia.
“Benar ada kebocoran (data). Ada kesalahan pengendali,” ujar Semuel. "Seolah-olah yang membocorkan data itu ‘pahlawan’."
Ia menegaskan bahwa mengambil data pribadi secara tidak sah dapat ditindak pidana. Kebocoran data disebut melanggar dua hal, yakni administratif dan pidana.
Namun Semuel merasa bahwa pihak yang melanggar administratif lebih sering disalahkan ketimbang hacker atau pelaku yang mengambil data pribadi secara ilegal. "Yang pidana seolah-olah tidak pernah dijelaskan kepada publik, seolah menjadi pahlawan," ujarnya.
Menurutnya, semua pihak semestinya bahu-membahu di tengah maraknya kebocoran data. Meski di satu sisi, ia mengakui bahwa setiap instansi harus menjaga keamanan dan kerahasiaan data yang dikelola.
"Pastikan agar masyarakat tidak dirugikan," ujarnya.
Sebelumnya, pengguna Twitter membagikan tangkapan layar (screenshot) yang menunjukkan bahwa 1,3 miliar data pendaftaran SIM card atau kartu ponsel di Indonesia bocor. Disebutkan juga bahwa data bocor berasal dari Kementerian Kominfo.
Data yang diduga bocor itu meliputi NIK, nomor telepon, nama penyedia layanan atau provider, dan tanggal pendaftaran. Penjual menyatakan bahwa data ini didapatkan dari Kominfo.
Kapasitas data yang diduga bocor itu mencapai 87 Gibabita (GB). Tidak jelas berapa harga dari informasi yang diduga bocor ini.
Namun, penjual dengan nama akun @Bjorka itu menuliskan angka $ 50.000. Ia juga hanya menerima pembayaran menggunakan kripto bitcoin dan ethereum.
Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya telah mengecek data-data tersebut secara random. Hasilnya, "data dan nomor valid," kata dia kepada media, Kamis (1/9).
Begitu juga Chairman lembaga riset siber CISSReC Pratama Persadha. Ia mengatakan, data pasti terkait SIM Card yang dijual itu mencapai 1.304.401.300 baris.
“Ketika sampel data dicek secara acak dengan melakukan panggilan beberapa nomor, hasilnya masih aktif semua. Artinya, dari 1,5 juta sampel data yang diberikan merupakan data valid,” kata Pratama dalam keterangan pers, Kamis (1/9).