Kebocoran data marak terjadi di Indonesia dalam tiga pekan terakhir. Namun, Peneliti Keamanan Siber Communication Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menilai bahwa salah satu penyebabnya yakni Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) kekurangan dana.
BSSN hanya mendapatkan anggaran Rp 500 miliar. “Bisa untuk apa?” kata Pratama saat wawancara dengan salah satu stasiun televisi, Jumat (9/9).
Oleh sebab itu, menurutnya kebocoran data yang marak di Indonesia disebabkan oleh ketidakberpihakan pemerintah dalam mengantisipasi serangan siber. Buktinya, dilihat dari kecilnya anggaran untuk BSSN.
“Ancaman yang terjadi saat ini sudah pasti siber, tidak mungkin perang nuklir bom,” kata Pratama. Namun menurutnya, pemerintah justru tidak maksimal menyediakan anggaran untuk mengantisipasi hacker.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR Dave Laksono. Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus tegas dalam menunjuk pihak yang bertanggung jawab atas serangan siber, namun dengan anggaran yang mencukupi.
“Dan juga ada tugas-tugas ke depannya. Siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang melatih dan mendidik?” kata Dave. “Semua harus saling berkesinambungan”.
Sebelumnya, juru bicara BSSN Ariandi Putra pun mengatakan bahwa instansinya menghadapi keterbatasan anggaran. “Untuk tahun anggaran 2022, BSSN tidak ada alokasi anggaran penguatan infrastruktur keamanan siber, termasuk perluasan cakupan area monitoring,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Kamis (8/9).
Dengan keterbatasan anggaran, BSSN melakukan strategi peningkatan kapasitas entitas (stakeholder) dengan cara:
- Asistensi dan pendampingan identifikasi celah kerawanan dan penanganan insiden
- Peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) pengelola siber entitas dengan memberikan pelatihan
- Literasi dan edukasi
Pemerintah memang memangkas anggaran BSSN 60% menjadi hanya Rp 554,6 miliar tahun ini. Nilainya menurun dibandingkan tahun lalu Rp 1,39 triliun.
Ketua MPR sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Bambang Soesatyo mengatakan, BSSN membutuhkan tambahan anggaran.
Sebab, ada 1,6 miliar anomali lalu lintas (traffic) atau serangan siber. Perbandingan anggaran BSSN tahun ini dan tahun lalu, sebagai berikut:
BSSN pun mengajukan anggaran Rp 1 triliun tahun depan. Rinciannya yakni:
- Pengembangan pusat data tertentu sebagai rekam cadang elektronik sekitar Rp 699 miliar
- Penguatan Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE) butuh tambahan Rp 49 miliar
- Menambah slot yang ada di provider Rp 200 miliar
- Pengembangan politeknik siber Rp 155 miliar
- Kebutuhan literasi, perundang-undangan dan kesadaran hukum ketahanan siber Rp1 Miliar