Kompetisi pasar di bidang fixed broadband atau wifi menyebabkan adanya perang tarif internet antar operator. Meski begitu, Asosiasi menilai bahwa tarif internet di Indonesia termasuk murah.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), Sarwoto Atmosutarno, mengatakan bahwa tarif internet di Indonessia masih dalam kategori terjangkau. Menurutnya, ada upaya yang dilakukan oleh para penyelenggara untuk terus menurunkan tarif sesuai tingkat keekonomian.
"Setiap perspektif dapat dipergunakan tergantung pada kepentingan analisis masing-masing konsumen," kata Sarwoto dalam acara Perang Tarif Internet: Mungkinkah Menular ke Penywdia Fixed Broadband?, Selasa (24/10).
Dia mengatakan bahwa Indonesia memiliki tarif rata-rata terendah untuk Mobile Broadband atau internet mobile berbasis volume sebesar US$ 0,31 per GB pada 2020. Tarif tersebut lebih rendah dibanding Malaysia dengan US$ 0,43 per GB dan Brazil dengan US$ 1,16 per GB. Namun, lebih mahal dari India dengan US$ 0,11 per GB.
Pada sektor fixed broadband, Sarwoto mengatakan bisa menggunakan dua acuan ukuran. Berdasarkan data CupoNation, Indonesia menempati posisi termahal di ASEAN dengan tarif Rp 14.895-43.500 per Mbps pada tahun 2019.
Sedangkan hasil survei Cable UK menunjukkan tarif Fixed Broadband Indonesia menempati peringkat termurah dari 211 negara untuk tarif bulanan sebesar US$ 29,01.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga mengatakan hal senada. "Kita nomor 30 paling murah, harga tarif di Indonesia cukup afordabel," katanya.
Arif mengungkapkan harga ideal internet fixed broadband (Wifi) di Indonesia bisa mencapai di atas Rp 350.000. "Tapi kalau best practice sekarang di bawah 300 ribu, kalau kita bandingkan dengan negara lain misal Ciina kurang lebih harganya sama," katanya.
Menurutnya, yang membedakan pada persaingan di sektor ini adalah capex perusahaan. "Yang capexnya pas pasan bisa berkembang di daerahnya. kalau memang dia bisa menjaga loyalitas konsumen," ujarnya.
Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2022 menunjukkan 210 juta orang Indonesia merupakan pengguna internet. Namun, hanya 14,5% yang memiliki fasilitas fixed broadband.
Hal ini menunjukkan potensi bisnis fixed broadband masih besar. Begitu juga persaingan antar para penyedia layanan internet fixed broadband juga semakin ketat.
Arif mengatakan sebagian besar rumah tangga Indonesia sudah atau akan segera memiliki akses ke penyedia layanan fixed broadband yang cepat dan andal. Sehingga membuat kompetisi penyedia jaringan internet bahkan tidak hanya di Pulau Jawa.
“Kompetisi sudah meluas sampai ke luar Pulau Jawa, dengan semakin banyaknya peralihan aktivitas masyarakat dari offline ke online,” kata Arif.
“Meski demikian, perang harga layanan Fixed Broadband masih dalam batas wajar dan APJII sangat mendukung agar pemerintah terus mengawasi dan menjaga iklim kompetisi bisnis FBB yang sehat,"ujarnya lagi.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan APJII, Indihome menjadi operator fixed broadband yang paling banyak digunakan (67,54%). Diikuti oleh operator lainnya seperti First Media (3,88%), MNC Vision (2,88%), IConnect (2,24%), BizNet (1,54%), dan Oxygen (1,04%).