Media Sosial Membatasi Suara Palestina?

Asisten Profesor di Stanford Law School Evelyn Douek menyampaikan tidak mudah bagi media sosial mendefinisikan apa yang dianggap sebagai kelompok ekstremis.

Namun mereka menghadapi pengawasan ketat dari pemerintah hingga organisasi politik selama bertahun-tahun.

“Platform media sosial populer, tidak jelas dalam menentukan organisasi mana yang mereka tunjuk sebagai organisasi berbahaya, atau teroris,” kata Douek dikutip dari Washington Post, Rabu (11/10).

“Ini juga merupakan area di mana platform cenderung melakukan kesalahan, karena khawatir terkait hukum,” Douek menambahkan.

Dalam kasus konten yang mendukung Hamas, menurutnya media sosial bisa berarti menekan ekspresi yang sah dari orang-orang yang mendukung pembebasan Palestina.

“Di dalam perusahaan media sosial, kategori yang Anda masukkan menentukan bagaimana pidato Anda akan diperlakukan,” kata Rekan senior di Tow Center for Digital Journalism sekaligus mantan pejabat senior kebijakan Twitter Anika Collier Navaroli.

“Pidato partai politik akan diperlakukan sangat berbeda dibandingkan pidato teroris. Pidato dari negara atau bangsa yang sah juga diperlakukan berbeda dibandingkan pidato dari negara yang tidak diakui,” Anika menambahkan.

Tahun lalu, konsultan Business for Social Responsibility merilis laporan terkait Meta. Mereka menemukan bahwa raksasa media sosial ini telah secara tidak adil menekan kebebasan berekspresi pengguna Palestina pada 2021 selama perang dua minggu antara Israel dan Hamas.

Laporan itu mencatat bagaimana Meta secara keliru menghapus beberapa konten pengguna dan lebih cenderung mengambil tindakan terhadap konten yang ditulis dalam bahasa Arab ketimbang bahasa Ibrani.

Ameer Al-Khatahtbeh, yang memiliki akun Instagram @Muslim dengan hampir 5 juta pengikut mengatakan, dia khawatir dinamika serupa juga terjadi dalam perang ini.

“Ada banyak orang yang unggahannya dihapus, atau dilarang menggunakan fitur video langsung Instagram untuk konten yang mendukung warga Palestina,” kata Ameer.

Di TikTok, tagar #Israel dan #Palestine telah menarik puluhan miliar penayangan. Namun setidaknya satu akun terkenal yang meliput berita dari sudut pandang Palestina yakni Mondoweiss menerima pemberitahuan pada Senin, bahwa akun diblokir secara permanen.

Juru bicara TikTok Jamie Favazza mengatakan pada Selasa (10/10) bahwa larangan tersebut adalah kesalahan dan akun Mondoweiss telah diaktifkan kembali.

“Sejak serangan Hamas dimulai, TikTok telah mengalihkan lebih banyak moderator konten untuk fokus pada unggahan tentang konflik, termasuk video dalam bahasa Arab dan Ibrani,” kata Favazza.

Mereka juga memblokir beberapa tagar terkait kekerasan atau propaganda teroris, termasuk rekaman sandera atau eksekusi.

TikTok bekerja sama dengan tim cek fakta untuk mengidentifikasi informasi yang salah, meskipun penelusuran cepat melalui penelusuran populer seperti “Israel” dan “Gaza” menemukan banyak video terkait konflik.

Halaman: