Pemerintah Revisi UU ITE, Teknologi Kecerdasan Buatan Tidak Diatur

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian (depan, kedua kiri) bersama jajarannya mengikuti rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Penulis: Lenny Septiani
Editor: Yuliawati
24/11/2023, 13.25 WIB

Komisi I DPR RI bersama pemerintah sepakat untuk merevisi Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau RUU Perubahan kedua UU ITE ke paripurna. Namun, UU ITE ini tidak mengatur pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

“AI itu belum diregulasi secara dalam primer ya,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel A. Pangerapan dalam Konferensi Pers Perubahan Kedua atas UU ITE di Press Room Kominfo, Kamis (23/11).

Menurutnya, teknologi AI belum pernah diatur di dunia, sebab AI adalah tools.

Meski tidak diatur dalam UU ITE, Semuel menyampaikan pengaturan pemanfaatan teknologi AI akan dikeluarkan berupa panduan etik dalam bentuk Surat Edaran (SE).

“Kami sedang membahas dan akan dikeluarkan dalam bentuk surat edaran,” katanya.

Lebih lanjut, Semuel menyampaikan bahwa pada pasal 40 a RUU ITE, pemerintah bertanggung jawab mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif.

“Nah, AI bisa masuk di situ, kalau ada teknologi baru, masuk,” ujarnya.

Kominfo memang akan menerbitkan peraturan baru soal kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

“Dalam waktu dekat kita akan mengeluarkan surat edaran (SE) panduan penggunaan AI,” kata Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria kepada media di press room Kominfo di Jakarta, Selasa (21/11).

Ia menjelaskan draft atau rancangan pembahasan peraturan tersebut sudah dibuat. “Dalam waktu dua pekan ini, kami akan melakukan diskusi yang sangat intens untuk mengeluarkan surat edaran,” tambahnya. “Per Desember mudah-mudahan.”

Nezar mengatakan, SE ini akan menjadi salah satu acuan yang bisa digunakan oleh masyarakat, pelaku industri, hingga periset di dunia akademis sebagai framework.

“DIharapkan ini satu langkah awal nantinya bisa terus berkembang, dan kami berharap dengan dukungan dari semua stakeholder, bisa membuat aturan yang lebih bisa mencakup banyak hal nantinya,” ujar dia.

Lebih lanjut, Nezar menjelaskan SE itu akan mengatur nilai pemanfaatan dari teknologi AI. Misalnya AI harus inklusif, transparan, dan akuntabel.

Ia pun memberikan contoh, foto lukisan hasil dari program aplikasi AI generatif, harus diberikan tanda atau watermarking, bahwa itu adalah produk AI.

“Jadi nilai-nilai itu yang coba diatur, lebih kepada panduan yang etis,” kata dia. “Nanti kami akan bergerak lagi untuk pengaturan pengaturan yang lebih lanjut.”

Nezar mengatakan, SE ini merupakan hasil diskusi Kominfo dengan multi stakeholder. Seperti pelaku industri, startup, akademisi, periset, hingga UNESCO yang sudah memiliki panduan etik.

Adapun, ia menyampaikan SE ini akan disinkronisasi dan kolaborasi dengan sejumlah negara di dunia hingga para pengembang AI. Selain itu, sinkronisasi dengan kebutuhan-kebutuhan yang paling mendesak di dalam negeri.

“Jadi ini semua kami coba rangkum, namun kami coba lempar lagi untuk didiskusikan, sehingga stakeholder ini semuanya bisa terlibat dalam penyusunan panduan etik ini,” tambahnya.

Kominfo mendorong kolaborasi 3P yakni policy, platform, dan people atau kebijakan, aplikasi, dan sumber daya manusia dalam menghadapi perkembangan teknologi kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI).

Reporter: Lenny Septiani