Amerika Serikat mengesahkan Undang-undang atau UU yang menyerukan perusahaan Cina ByteDance menjual operasional TikTok di Negeri Paman Sam. Aplikasi video pendek ini diperkirakan dibanderol US$ 50 miliar atau Rp 808 triliun (kurs Rp 16.615 per US$).

UU yang mewajibkan operasional TikTok di Amerika untuk divestasi itu disahkan pada Selasa (23/4) dan ditandatangani oleh Presiden Joe Biden pada Rabu (24/4).

Beberapa analis berpendapat bahwa bisnis TikTok di Amerika dapat terjual lebih dari US$ 50 miliar. “Hanya ada beberapa perusahaan yang mampu mengeluarkan uang sebanyak itu seperti Apple, Amazon, Google, Meta, Microsoft atau Netflix,” demikian dikutip dari DW.com, Kamis (25/4).

Akan tetapi, perusahaan-perusahaan tersebut berpotensi menjadi sasaran penyidikan terkait anti-monopoli jika membeli operasional TikTok di Amerika.

Alternatifnya, seluruh atau sebagian TikTok dapat dipisahkan menjadi perusahaan publik independen atau raksasa ekuitas swasta yang berbasis di AS bisa mengambil tindakan.

Amerika memberikan waktu sembilan bulan kepada induk usaha TikTok, ByteDance dengan potensi perpanjangan tiga bulan untuk menjual platform video pendek ini.

Jika TikTok gagal melakukan divestasi hingga April 2025, maka aplikasi itu tidak akan bisa diunduh di App Store milik Apple dan Google Play Store.

UU itu juga memberikan wewenang kepada presiden untuk menetapkan aplikasi lain sebagai ancaman keamanan nasional, jika berada di bawah kendali negara yang dianggap bermusuhan dengan AS.

UU yang sebelumnya disebut dengan regulasi untuk pelindungan warga Amerika dari aplikasi yang dikendalikan oleh musuh asing lolos pembahasan di tingkat DPR AS pada 13 Maret.

DPR AS terdiri dari 435 anggota dari berbagai distrik, bertugas meloloskan rancangan undang-undang untuk disepakati oleh Senat yang beranggotakan 100 orang. Senat memberikan suara 79 berbanding 18 untuk menyetujui UU tersebut.

Politikus AS menilai TikTok merupakan ancaman bagi keamanan Amerika, karena dimiliki oleh ByteDance yang berbasis di Cina. Mereka khawatir, data pengguna di AS yang mencapai 170 juta orang akan diberikan kepada pemerintah Tiongkok.

Pakar keamanan siber di Institut Teknologi Georgia di Atlanta Milton Mueller menilai, penjualan operasional TikTok di Amerika secara teori mungkin terjadi. "Tetapi sangat rumit,"  ujar dia.

"Pemerintah Tiongkok mungkin tidak mengizinkannya, dan tidak jelas apa keuntungannya, atau bahkan apa artinya, menjual 'bagian' dari layanan media sosial yang saling terhubung secara global," Mueller menambahkan.