Indonesia disebut memiliki potensi untuk menjadi pelopor dalam implementasi teknologi penangkapan karbon di Asia Tenggara, baik teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) maupun penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS).
Direktur Eksekutif Indonesia CCS Center (ICCSC), Belladonna Troxylon Maulianda mengatakan, Indonesia memiliki lokasi geografis dan geologi yang strategis, serta berada di kawasan Asia Pasifik. Oleh karena itu ia bersama ICCSC memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai pelopor dan pemimpin CCS Hub di kawasan.
Dia menuturkan, optimisme itu muncul mengingat bahwa teknologi CCS menjadi faktor penting pada industri sektor hulu migas. Apalagi industri ini tengah memasuki masa adaptasi menyambut transisi energi.
Oleh sebab itu sebagai katalisator, dia mengatakan pihaknya akan terus berkolaborasi dalam menyuarakan dan mendorong percepatan penerapan CCS di Indonesia. Namun, Belladonna mengatakan terdapat beberapa tantangan dalam penerapan CCS di Indonesia.
Adapun tantangan tersebut yakni seperti tata kelola dan regulasi, kerja sama komersial, fiskal yang atraktif dan bersaing, transportasi karbon, teknologi berskala industri, serta pengembangan CCS Hub di Indonesia yang menghubungkan berbagai sumber emisi ke lokasi injeksi di Indonesia.
"Tantangan lainnya juga seperti kolaborasi dan komitmen, aksi yang kuat dari pemerintah Indonesia, lembaga akademik, sektor swasta, dan masyarakat, di mana harus berperan penting dalam mendorong penerapan CCS di Indonesia," ujarnya melalui keterangan resmi, Jumat (25/8).
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Perseo), Nicke Widyawati mengatakan pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan semakin cepat dalam beberapa dekade mendatang, dan secara geologis Indonesia juga kaya akan akuifer asin (saline aquifer), yang cocok untuk penyimpanan CO2, dengan kapasitas 80 hingga 100 Giga Ton.
Untuk menyelaraskan semua potensi tersebut, Nicke mengatakan, Pertamina berperan aktif dalam melakukan implementasi secara aktual terhadap Studi CCS/CCUS. Salah satunya yaitu, telah dibuktikan di Lapangan Jatibarang yang merupakan wilayah kerja Pertamina EP Cirebon, Jawa Barat.
“Teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) dengan menggunakan CO2 di lapangan Jatibarang tersebut, telah menunjukkan indikasi positif dari reservoir terhadap injeksi CO2 dengan metode Huff and Puff," kata Nicke.
Selain itu, dia mengatakan bahwa sistem tersebut juga telah dilakukan pada dua sumur di Lapangan Jatibarang, yakni pada bulan Oktober dan Desember 2022. "Maka selanjutnya, akan dilakukan pilot interference 2 wells untuk CO2 flooding dan full field scale CO2 EOR," ujarnya.
Pemerintah sejatinya telah merilis aturan CCUS lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaran Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Pada Pasal 6, pemerintah mengizinkan penangkapan emisi karbon dalam penyelenggaraan CCUS dapat berasal dari industri di luar kegiatan usaha hulu migas.
Dalam catatan Kementerian Energi, sejauh ini ada 15 proyek CCS atau CCUS yang sedang dikerjakan di Indonesia. Diantaranya CCS Gundih Enhanced Gas Recovery (EGR) di Jawa Tengah dan Enhance Oil Recovery (EOR) di Lapangan Sukowati Bojonegoro Jawa Timur.
Adapun EOR merupakan metode peningkatan produksi minyak bumi dengan menginjeksikan sumber energi eksternal. Sedangkan EGR adalah praktik menginjeksi gas CO2 ke lapangan untuk menambah produksi migas di lapangan yang reservoir-nya mulai menipis.