Penundaan Kebijakan Anti Deforestasi UE Jadi Momen Benahi Sawit Rakyat
Penundaan implementasi kebijakan anti deforestasi Uni Eropa dinilai bisa menjadi kesempatan untuk membenahi tata kelola perkebunan sawit rakyat.
Sebelumnya, parlemen Uni Eropa akhirnya sepakat untuk menunda penerapan kebijakan anti deforestasi dari sebelumnya 30 Desember 2024 menjadi akhir Desember 2025. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono mengatakan keputusan itu cukup bagus untuk Indonesia, terutama bagi perkebunan sawit milik rakyat. Ia menyebut selama setahun ke depan, Indonesia bisa menginisiasi pembicaraan dengan Uni Eropa untuk mencari titik temu saat aturan tersebut diterapkan.
"Indonesia utamanya harus melakukan pembenahan di perkebunan sawit rakyat agar comply dengan persyaratan EU, karena justru yang banyak kendala di perkebunan sawit rakyat," ujar Eddy saat dikonfirmasi Katadata, Senin (23/12).
Eddy mengatakan perusahaan sawit di Indonesia sudah lebih siap dalam menghadapi kebijakan EUDR. Pasalnya, perusahaan sawit di Indonesia sudah mulai melakukan moratorium sejak 2011 dan ditambah dengan keluarnya Intruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Beleid itu mengatur larangan perusahaan sawit untuk membuka lahan baru khususnya berkaitan dengan pembukaan hutan atau melakukan deforestasi.
"Sedangkan menurut EUDR dianggap deforestasi adalah pembukaan kebun baru diatas tgl 31 Desember 2020 sementara untuk Rakyat tidak ada moratorium," ucapnya.
Regulasi anti deforestasi Uni Eropa pertama kali diterbitkan pada 29 Juni 2023, tetapi segera mendapatkan tantangan keras dari berbagai negara termasuk Indonesia. Pada 16 Oktober 2024, Komisi Eropa setuju untuk memperpanjang tenggat waktu hingga 12 bulan tetapi baru pada 3 Desember 2024, Komisi dan Parlemen UE menyepakati penundaan tersebut.
Uni Eropa berkali-kali menegaskan bahwa kebijakan ini bukan hambatan dagang dan tidak diskriminatif karena menyasar semua produk dari luar Uni Eropa. Adapun cakupan regulasi anti deforestasi ini antara lain:
Latar belakang:
- Sebanyak 420 juta hektare hutan di seluruh dunia hilang pada periode 1990-2020
- Deforestasi dan degradasi hutan merupakan pendorong penting perubahan iklim serta hilangnya keanekaragaman hayati.
- 90% deforestasi dipicu oleh perluasan lahan pertanian (FAO).
- Uni Eropa adalah konsumen utama komoditas yang berhubungan dengan deforestasi/degradasi hutan.
- Uni Eropa mengimpor 85 miliar euro per tahun dari komoditas dan produk yang termasuk dalam peraturan ini
- Peraturan ini akan memungkinkan Uni Eropa untuk menyimpan minimal 32 juta ton karbon per tahun
Tujuan:
- Meminimalisir kontribusi Uni Eropa terhadap deforestasi dan degradasi hutan di seluruh dunia.
- Meminimalisir risiko produk yang berasal dari rantai pasokan yang berhubungan dengan deforestasi atau degradasi hutan masuk di pasar Uni Eropa.
- Meningkatkan permintaan Uni Eropa untuk perdagangan legal serta produk dan komoditas bebas deforestasi.
Cakupan:
- Komoditas yang termasuk: Kedelai, minyak kelapa sawit, kayu, daging sapi, kakao, karet, kopi, dan beberapa produk turunannya (seperti kulit, cokelat, furnitur).
- Cakupan dapat diperluas dari waktu ke waktu.
- Pilihan komoditas berdasarkan penilaian dampak produk mana yang berkontribusi terhadap deforestasi di seluruh dunia.
- Uni Eropa mengimpor semua komoditas termasuk 6349,91 juta kilogram dari Indonesia. Ini terdiri dari minyak kelapa sawit (83,3%), kayu (8,4%), karet (6,5%), kopi (1,3%), kakao (0,5%), kedelai (<0,1%), dan daging sapi (<0,1%).
- Tidak ada pelarangan terhadap negara atau komoditas apa pun asal bisa menunjukkan bahwa komoditas mereka bebas deforestasi.
- Tidak ada diskriminasi. Berlaku sama untuk produk yang diproduksi di Uni Eropa dan diimpor dari luar.
- Hasil produksi di lahan hutan yang digunduli setelah 31 Desember 2020 tidak diperbolehkan di pasar Uni Eropa. Sementara jika deforestasi terjadi sebelumnya, masih diperkenankan.
- Definisi deforestasi mengacu pada FAO yakni konversi hutan yang beregenerasi secara alami menjadi hutan tanaman serta hutan primer menjadi hutan tanam.