Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan bahaya besar dari krisis iklim dunia. Oleh sebab itu, ia mengajak masyarakat global bahu membahu mengatasi hal ini.
Luhut menekankan kemampuan setiap negara melakukan dekarbonasi berbeda. Oleh sebab itu, ia mengajak tiap negara bekerja sama untuk mengurangi karbon.
Luhut mengatakan perbedaan itu terlihat pada titik awal, kapasitas, kompatibilitas, dan batasan yang berbeda untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Kerja sama menjadi hal yang penting karena krisis iklim merupakan masalah dunia.
Sementara, dampak krisis iklim bisa berimplikasi pada kerugian ekonomian global sebesar US$ 23 triliun atau setara Rp 352,5 kuadriliun pada tahun 2050. Selain itu, krisis iklim bisa menyebabkan 3 juta kematian setiap tahunnya.
"Kegagalan satu negara berarti kegagalan seluruh dunia. Jadi kita harus bekerja sama, Tidak ada yang tertinggal," kata Luhut saat menyampaikan sambutan pembukaan Indonesia Sustainability Forum (ISF) di Park Hyatt Jakarta pada Kamis (7/9).
Luhut mengatakan ancaman krisis iklim makin nyata dan berpotensi berdampak pada ketahanan pangan, pembangunan daerah pedesaan, dan kemiskinan. Pada bulan Juli 2023, suhu rata-rata global berada di posisi tertinggi sepanjang sejarah. Suhu dua bulan lalu 1,5 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan rata-rata pada masa pra-industri.
Oleh sebab itu, Luhut mengajak seluruh pemangku kebijakan global mampu membaca bahaya ini. Secara khusus, melalui ISF, Luhut berharap pimpinan global yang terlibat dalam forum tersebut bisa berkolaborasi dalam mengejar pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.
"Serta menjalin kemitraan dan kolaborasi dalam mendorong bisnis berkelanjutan dan merintis jalan menuju emisi nol bersih global," ujar Luhut.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengatakan bahwa era pemanasan global sudah berakhir. Ia mengatakan sekarang adalah eranya pendidihan global.
Guterres menambahkan bahwa dampak dari pendidihan global ini akan sangat jelas dan tragis. “Anak-anak tersapu hujan monsun, keluarga lari dari kobaran api, pekerja pingsan karena bekerja di panas terik,” ujarnya pada Selasa (15/8) lalu.
Kenaikan suhu rata-rata global adalah hasil dari emisi karbon dan gas rumah kaca, yang memerangkap sejumlah besar panas matahari di atmosfer. Menurut sebuah analisis oleh World Weather Attribution Network efeknya menyebabkan gelombang panas di Eropa, Asia dan Amerika Utara dan membuatnya lebih mematikan.
Untuk kelima kalinya, Indonesia didapuk menjadi Keketuaan ASEAN. Situasi dunia tahun ini yang belum kondusif tentu menjadi tantangan tersendiri dalam mengemban amanah tersebut. Persaingan kekuatan besar dunia yang meruncing mesti dikelola dengan baik agar konflik terbuka dan perang baru tidak muncul, terutama di Asia Tenggara.
Keketuaan Indonesia juga diharapkan menjadi pintu bagi ASEAN untuk berperan aktif dalam perdamaian dan kemakmuran di kawasan melalui masyarakat ekonomi ASEAN. Untuk itu, Indonesia hendak memperkuat pemulihan ekonomi dan menjadikan Asia Tenggara sebagai mesin pertumbuhan dunia yang berkelanjutan.
Simak selengkapnya di https://katadata.co.id/asean-summit-2023 untuk mengetahui setiap perkembangan dan berbagai infomasi lebih lengkap mengenai KTT Asean 2023.
#KatadataAseanSummit2023 #KalauBicaraPakaiData