Raja Charles dari Inggris mengatakan bahwa dunia sangat jauh dari jalur dalam mengatasi perubahan iklim. Dia juga mengatakan bahwa ekonomi global akan berada dalam bahaya kecuali lingkungan hidup segera diperbaiki.

Dalam pidato pembukaan KTT iklim PBB COP28, Raja Charles mengatakan kepada para pemimpin dunia bahwa bahaya perubahan iklim tidak lagi menjadi risiko yang jauh. Ancaman perubahan iklim itu sangat mendesak untuk ditindaklanjuti. 

“Saya berdoa dengan sepenuh hati agar COP28 akan menjadi titik balik penting menuju tindakan transformasional yang sejati,” katanya, mengacu pada KTT tahun 2015 yang diadakan di Prancis.

“Kami melihat titik kritis yang mengkhawatirkan telah tercapai,” ujarnya.

Raja Charles memiliki peran yang bersifat seremonial, namun menghadiri pertemuan puncak atas nama pemerintah Inggris setelah mendapat undangan dari negara tuan rumah Uni Emirat Arab. Ini merupakan pidato perubahan iklim besar pertamanya sebagai raja Inggris.

Charles tidak menyebut satu kelompok pun dalam pidatonya. Ia malah berbicara tentang bagaimana melibatkan organisasi multilateral dan sektor swasta, peran sektor asuransi dan mempercepat inovasi dalam energi terbarukan.

Putra mendiang Ratu Elizabeth tersebut mencontohkan dampak perubahan iklim secara global, termasuk banjir di India dan Pakistan serta kebakaran hutan parah di Amerika Serikat, Kanada, dan Yunani.

“Kecuali kita segera memperbaiki dan memulihkan perekonomian alam yang unik, berdasarkan pada keselarasan dan keseimbangan, yang merupakan penopang utama kita, perekonomian dan kelangsungan hidup kita sendiri akan terancam,” katanya.

Setelah satu tahun mengalami rekor suhu tertinggi, KTT tahun ini mendapat tekanan untuk mempercepat tindakan membatasi perubahan iklim. Namun, banyak negara yang berbeda pendapat mengenai masa depan bahan bakar fosil, yang pembakarannya merupakan penyebab utama perubahan iklim.

KTT yang berlangsung hingga 12 Desember tersebut meraih kemenangan awal pada pembukaannya setelah para delegasi mengadopsi dana baru untuk membantu negara-negara miskin mengatasi bencana iklim yang merugikan.