Perubahan iklim berdampak sudah pada kelangkaan dan penurunan kualitas air di dunia, termasuk Indonesia. Saat ini, kuantitas dan kualitas air di dunia sudah menuju krisis.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mego Pinandito, mengatakan perubahan iklim yang terjadi di dunia disebabkan adanya peningkatan suhu. Dibandingkan tahun lalu, peningkatan suhu telah lebih dari 0,3 derajat Celsius (°C).
Dia mengatakan, perubahan iklim berdampak pada proses hidrologi dan sumber daya air. Curah hujan di Indonesia saat ini lebih pendek dibanding normal. Sementara musim kemarau menjadi lebih panjang daripada biasanya.
“Adanya perubahan siklus air. Kemudian yang paling ekstrem adalah bagaimana kita bisa melihat bahwa setiap wilayah di bumi khususnya di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda,” kata Mego dalam konferensi pers Road to 10th World Water Forum bertajuk “Riset dan Inovasi Solusi Krisis Air”, Rabu (13/3).
Fenomena ini menyebabkan banjir pada beberapa daerah di Indonesia yang memiliki curah hujan tingggi. Sementara daerah yang mengalami kekeringan menjadi sangat berat karena mengalami krisis air. Ancaman ini merupakan efek perubahan iklim yang sudah banyak dirasakan negara di dunia.
“Ini menimbulkan satu dampak yang luar biasa terhadap pembangunan dan terhadap kehidupan kita,” ucapnya.
Mego mengatakan, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada 2018 telah memprediksi adanya perubahan iklim yang mengakibatkan krisis sumber daya air. Sementara Food and Agriculture Organization juga telah memetakan krisis air dan pengelolaan lahan di negara-negara di dunia pada 2021.
Sedangkan di Indonesia, kata Mego, Bappenas juga telah memetakan daerah yang memiliki kerentenan akibat perubahan iklim. Dengan demikian, perlu adanya perhatian khusus dalam penangan perubaha iklim di daerah tersebut.
Ia mengatakan, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam penanganan perubahan iklim ini terutama terkait sumber daya air. Upaya Indonesia diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah diperbarui pada 2022.
Komitmen tersebut kemudian diimplementasikan ke dalam rencana aksi nasional pengendalian perubahan iklim terkait sumber daya air. Rencana aksi ini meliputi:
- Meningkatkan manajemen prasarana sumber daya air dalam rangka mendukung pentediaan air dan ketahanan pangan,
- Mengembangkan disaster risk management banjir (sungai, rob, lahar hujan), tanah longsor dan kekeringan,
- Meningkatkan manajeen dan mengembangkan prasaran sumber daya air untuk pengendalian daya rusak air,
- Meningkatkan penyediaan dan akses terhada data dan informonasi terkait dampak perubahan iklim.
2023 Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah
Menurut Copernicus Climate Change Service (C3S), 2023 merupakan tahun terpanas sepanjang sejarah, dengan rata-rata suhu udara permukaan bumi mencapai 14,98 °C.
Angka tersebut meningkat atau mengalami anomali +0,6 °C dibanding rata-rata suhu periode 1991—2020. Ini menjadi anomali kenaikan suhu tertinggi sepanjang pencatatan C3S. Lembaga tersebut mencatat, jika dibandingkan dengan rata-rata suhu era pra-industri tahun 1850—1900, suhu global pada 2023 bahkan sudah naik 1,48 °C.
Tahun 2023 juga menjadi rekor pertama di mana suhu harian global konsisten lebih tinggi >1 °C dibanding rata-rata suhu harian era pra-industri.
"Suhu sepanjang 2023 kemungkinan besar sudah lebih tinggi dari periode sejarah manapun, setidaknya dalam 100.000 tahun terakhir," kata Wakil Direktur Layanan Perubahan Iklim CS3 Samantha Burgess, Selasa (9/1).
Hal serupa disampaikan Carlo Buontempo, Direktur Layanan Perubahan Iklim CS3. Carlo mengatakan hal-hal ekstrem telah diamati dalam beberapa bulan terakhir. Dimana, iklim di dunia sudah berubah.
"Jika kita ingin berhasil mengelola risiko iklim, kita perlu segera melakukan dekarbonisasi ekonomi, dan menggunakan data iklim untuk mempersiapkan masa depan," kata Carlo.