Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE) akan segera diterapkan. Aturan tersebut akan mendongkrak transaksi karbon di Indonesia.
PTBAE adalah persetujuan teknis yang ditetapkan oleh Menteri ESDM mengenai tingkat emisi gas rumah kaca pembangkit tenaga listrik paling tinggi yang ditetapkan dalam suatu periode tertentu. Aturan tersebut juga akan menentukan ambang batas karbon setiap industri.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK, Laksmi Dhewanthi mengatakan pihaknya telah melakukan konsolidasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) untuk mengintegrasikan data Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan Aplikasi Penghitungan dan Pelaporan Emisi Ketenagalistrikan (APPLE GATRIK).
“Ada kerja sama antara sistem pencatatan yang ada di APPLE GATRIK milik Kementerian ESDM dengan SRN PPI sehingga nanti PTBAE akan bisa masuk ke dalam bursa karbon,” kata Laksmi dalam acara Expanding Indonesia's Carbon Market: Opportunities for Growth and Sustainability, di Jakarta, Selasa (19/3).
Dongkrak Transaksi Bursa Karbon Indonesia
Jika PTBAE diterapkan, para pelaku usaha wajib mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dalam proses usahanya. Jika tidak bisa mengurangi sendiri, pelaku usaha bisa membeli sertifikat karbon melalui Bursa Karbon Indonesia.
Dengan demikian, penetapan PTBAE ini akan mendongkrak transaksi Bursa Karbon Indonesia.
Berdasarkan data OJK, transaksi bursa karbon di Indonesia masih rendah. Jumlah pengguna jasa bursa karbon terdaftar hanya sebanyak 52, hingga 18 Maret 2024. Sementara total akumulasi volume transaksi di bursa karbon sebesar 501.956 ton CO2e dengan nilai sebesar Rp31,36 miliar.
Dalam kesempatan yang sama, Asosiasi pimpinan sektor swasta Indonesian Business Council (IBC) menyerahkan rekomendasi untuk pengembangan pasar karbon di Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Selasa (19/3). Chief Executive Officer (CEO) IBC ,Sofyan Djalil, mengatakan rekomendasi IBC untuk jangka pendek adalah mengembangkan Pusat Pengetahuan Pasar Karbon.
Rekomendasi berikutnya yaitu meningkatkan sistem registrasi nasional pengendalian perubahan iklim sehingga terintegrasi secara nasional. Selain itu, mendorong sektor publik untuk menentukan dan menghitung batas emisi di tingkat entitas, serta melengkapi para pelaku industri dengan peluang pendanaan dan hibah fasilitas pendanaan dari IEF/BPDLH.
“Yang yang tidak kalah penting adalah pengakuan industri melalui pertukaran karbon dan taksonomi hijau sehingga partisipasi pada pasar karbon jauh lebih efektif,” kata Sofyan, Selasa (19/3).
Untuk jangka menengah dan jangka panjang, IBC mengusulkan, penunjukan pemimpin industri dan membentuk tim akselerasi untuk menentukan strategi pasar karbon Indonesia. Lalu mengembangkan peta jalan perdagangan karbon yang secara komprehensif memetakan rantai pasokan. Kemudian, mengkaji ulang Peta Jalan Perdagangan Karbon, Peta Jalan Bursa Karbon & POJK tentang Bursa Karbon.