Lembaga Ember: 143 Hektare Hutan Kalimantan Dikonversi Jadi Tambang Batu Bara
Analis Senior Kebijakan Ketenagalistrikan Asia Tenggara, Lembaga Think Tank internasional Ember, Dinita Setyawati, mengatakan ketergantungan pada batubara dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang signifikan pada daerah penambangan. Berdasarkan laporan terbaru Ember “Indonesia’s Expansion of Clean Power can Spur Growth and Equality” menunjukan bahwa lebih dari 143 ribu hektare hutan mengalami deforestasi di Kalimantan.
"Kegiatan penambangan batu bara dan pembangkitan listrik dari batu bara juga berkontribusi secara signifikan pada emisi sektor energi," kata Dinita dikutip dari laporan tersebut, Rabu (14/8).
Dinita mengatakan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan menjadi provinsi dengan penghasil batubara terbanyak di Indonesia dengan produksi kurang lebih 600 juta ton per tahun.
Dengan produksi tersebut, ketiga provinsi ini melepaskan jumlah emisi metana yang signifikan dari kegiatan penambangan batu bara, atau yang biasa disebut sebagai metana tambang batu bara (CMM). Pada 2022, emisi CMM diperkirakan mencapai 516 kiloton CH4.
"CMM memiliki dampak iklim jangka panjang 30 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida, angka ini setara dengan sekitar 15,4 juta ton CO2e," ujarnya.
Namun, emisi CMM tidak termasuk dalam inventarisasi gas rumah kaca subnasional dan rencana mitigasi untuk provinsi-provinsi ini. Selain menghasilkan emisi metana dari penambangan batu bara, provinsi-provinsi ini juga sangat bergantung pada batu bara untuk listrik.
Pada 2022, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan memiliki pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) dengan kapasitas total masing-masing 987 MW dan 571 MW. Sementara itu, Sumatera Selatan memiliki 1.340 MW PLTU, yangmemasok listrik untuk provinsi dan daerah sekitarnya.
Secara keseluruhan, PLTU ini diperkirakan menghasilkan lebih dari 15 juta ton CO2e setiap tahunnya. Hal itu sebanding dengan tingkat emisi CMM.