Uni Eropa Kucurkan Rp 16,9 Miliar untuk Mitigasi Pengungsian Akibat Iklim di RI

ANTARA FOTO/Andri Saputra/foc.
Seorang pengungsi yang terdampak banjir bandang menempati ruang kelas SMK Negeri 4 Ternate di Kelurahan Kastela Kota Ternate Maluku Utara, Jumat (30/8/2024).
16/10/2024, 12.47 WIB

Uni Eropa menggelontorkan dana satu juta euro atau setara dengan Rp 16,9 miliar untuk mendanai inisiatif Risk Index for Climate Displacement (RICD) dan merespons pengungsian akibat iklim di Indonesia.

RCID disusun bersama dengan beberapa pihak terkait seperti, Uni Eropa, Pemerintah Republik Indonesia, Universitas Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Komisioner Uni Eropa untuk Manajemen Krisis, Janez Lenarcic, mengatakan masyarakat dunia tidak bisa hanya merespon ketika terjadi bencana dalam menghadapi kondisi perubahan iklim saat ini. Dunia harus lebih fokus dan berinvestasi pada pencegahan, persiapan, serta adaptasi. Hal itu terutama ketika pencegahan tidak lagi memungkinkan untuk menghadapi bencana akibat krisis iklim.

"Uni Eropa menyumbang satu juta euro untuk proyek ini," ujar Janez dalam konfrensi pers peluncuran RFID, di Jakarta, Rabu (16/10).

Janez mengatakan, proyek ini akan memperkuat kemampuan masyarakat dalam memprediksi dan mengurangi risiko perpindahan penduduk akibat perubahan iklim. Ia meyakini, keberadaan RICD dapat membantu masyarakat Indonesia dalam menghadapi bencana yang berasal dari perubahan iklim seperti banjir, kebakaran hutan, hingga badai tropis.

"Tidak ada negara yang kebal dari realitas ini, baik Indonesia, Asia Tenggara, Eropa, maupun bagian dunia lainnya. Kita hanya bisa berhasil jika kita bekerja sama," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, RICD meneliti faktor-faktor pendorong perpindahan, termasuk faktor-faktor mendasar seperti kondisi ekonomi, politik, budaya, dan demografi yang menciptakan kondisi untuk mnigrasi terkait iklim. RICD juga fokus pada pemicu perpindahan—katalisator langsung yang memaksa orang meninggalkan rumah mereka, seperti hilangnya mata pencaharian, kerawanan pangan atau air, atau hilangnya lahan yang layak huni.

"Indeks tersebut juga mengidentifikasi titik kritis, dimana dampak kumulatif perubahan iklim menjadi cukup parah sehingga secara signifikan meningkatkan kemungkinan perpindahan," ucapnya.

Reporter: Djati Waluyo