Pengelolaan Kawasan Konservasi Dapat Tingkatkan Penerimaan Negara

ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/aww.
Pekerja dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Project Cilacap bersama anggota kelompok pelestari mangrove Sidaasih melakukan monitoring pohon mangrove yang ditanam di kawasan segara anakan, Kutawaru, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (23/10/2024).
25/11/2024, 12.56 WIB

Vice President Program Konservasi Indonesia, Fitri Hasibuan, mengatakan pengelolaan kawasan konservasi dapat meningkatkan penerimaan negara. Hasil dari pengelolaan kawasan konservasi itu juga bisa digunakan untuk mencapai target pembiayaan berkelanjutan. 

Fitri mengatakan Konservasi Indonesia sejak lama telah mendampingi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya konservasi, salah satunya di Kabupaten Raja Ampat. Capaian dari Raja Ampat telah menginspirasi pemerintah Papua Barat untuk mendeklarasikan diri sebagai provinsi berkelanjutan yang ditandai dengan hadirnya peraturan daerah (Perda) khusus.

“Analisanya terlihat bahwa dengan mengurangi aktivitas yang merusak lingkungan khususnya di lahan gambut dan mangrove di wilayah tersebut (Raja Ampat) bisa menghasilkan keuntungan hingga US$ 155 juta untuk Indonesia,” ujar Fitri dalam keterangan tertulis, Senin (25/11).

Adapun estimasi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai target pembangunan berkelanjutan sebesar US$ 72 juta. Biaya tersebut digunakan untuk kegiatan transisi agroforestri, perhutanan sosial, pariwisata, dan kebutuhan lainnya

“Kami melihat 72 juta dolar AS ini tidak harus bergantung pada pemerintah. Kolaborasi dengan berbagai pihak juga bisa mendukung tercapainya target pembangunan tersebut,” ujarnya.

Dia mencontohkan program konservasi yang membawa dampak ekonomi untuk masyarakat. Salah satunya terlihat pada pertumbuhan homestay di kawasan Raja Ampat yang cukup pesat. Dari 50 kepala keluarga (KK), sedikitnya terdapat 15 KK yang telah memiliki homestay, dengan 3 hingga 7 kamar. Masing-masing kamar dihargai Rp550 ribu rupiah per malam.

“Artinya, kita mendapati bagaimana pelestarian alam tidak mengurangi dampak ekonomi, melainkan memunculkan ekonomi baru yang menguntungkan masyarakat,” ucapnya.

Model lain dari upaya konservasi yang memberi keuntungan untuk masyarakat adalah program kelapa sawit berkelanjutan di Tapanuli Selatan. Dampak ekonomi yang dirasakan oleh petani sawit berkelanjutan diraih melalui peningkatan produktivitas dan juga kredit RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).

“Melalui pendampingan sawit berkelanjutan yang kami lakukan kepada beberapa kelompok petani di sana, saat ini mereka telah merasakan peningkatan produksi hingga 10-20%, dan memegang kredit RSPO mencapai lebih dari Rp 3 miliar,” ujar Fitri.

Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pengelolaan Kawasan Konservasi, Kementerian Kehutanan, Dian Risdianto, menilai pentingnya pengelolaan kawasan konservasi dengan menggunakan tiga prinsip yaitu perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan konservasi.

Dia mengatakan dasar pengelolaan kawasan konservasi tersebut merujuk pada mandat penunjukkan kawasan konservasi yang ditandai dengan keluarnya SK Menteri.

“Seperti di Taman Nasional (TN) Ujung Kulon yang ditetapkan menjadi kawasan konservasi untuk melindungi badak Jawa atau TN Bukit Dua Belas untuk melindungi Suku Anak Dalam,” ujar Dian.

Dian mengatakan, sampai dengan saat ini jenis kawasan konservasi di Indonesia terbagi menjadi dua untuk pengelolaanya. Ada yang dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan sisanya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Adapun untuk KLHK pengelolaannya meliputi kawasan suaka alam yang melingkupi cagar alam, suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya (Tahura) dan taman buru.“Semua dikelola pusat kecuali Tahura,” ujarnya.

Dian mengatakan, saat ini terdapat 564-unit kawasan konservasi dengan luas mencapai 27,14 juta hektare. Dimana, yang terbanyak adalah cagar alam, kemudian taman nasional ada sebanyak 55 Unit.

Pemerintah telah mengatur semua hal mengenai kawasan konservasi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) 28 tahun 2011 tentang pengelolaan kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA). Pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi, dilakukan dengan membuat perencanaan meliputi rencana pengelolaan, zonasi atau blocking, dan prakondisi pemanfaatan jasa di kontrak kerja.




Reporter: Djati Waluyo