Pemerintah akan Hitung Volume Karbon yang Diserap Kebun Sawit
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDP KS berencana menghitung volume karbon yang diserap oleh kebun kelapa sawit. khususnya yang memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO. Data penyerapan karbon oleh kebun kelapa sawit tersebut selanjutnya dapat diperdagangkan di bursa karbon.
Direktur Penyaluran Dana BPDP, Mohammad Alfansyah, mengatakan kebun yang telah memiliki sertifikat ISPO telah diakui sebagai kebun berkelanjutan oleh forum internasional. Hal tersebut penting lantaran kebun sawit nasional sejauh ini dicap sebagai hasil kegiatan deforestasi.
"Sepanjang kebun sawit tidak dikategorikan hasil deforestasi, penghitungan penyerapan karbon di kebun kelapa sawit bisa dilakukan. Saya akan mulai membicarakan strategi ini dengan serius bersama para pengusaha kelapa sawit," kata Alfansyah kepada Katadata.co.id, Kamis (11/9).
Namun, Alfansyah memperkirakan volume karbon yang diserap kebun kelapa sawit akan jauh lebih rendah dari hutan. Menurut publikasi Inventarisasi Hutan Nasional oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2015, hutan rata-rata memiliki daya serap hingga 109,93 ton CO2 per hektare per tahun.
Di sisi lain, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut kebun sawit memiliki daya serap 64,5 ton CO2. Asosiasi itu, di dalam situs resminya, mengutip studi Henson (1999) bertajuk Comparative Ecophysiology of Palm Oil and Tropical Rainforest.
Karena itu, Alfansyah menyampaikan tujuan utama penghitungan serapan karbon di kebun sawit lebih merupakan kampanye positif terhadap industri tersebut. Menurutnya, langkah tersebut bisa menghindari kampanye negatif yang dapat mempengarugi harga kelapa sawit di pasar ekspor.
Alfansyah menyampaikan hal yang sama telah dilakukan oleh perusahaan minyak dan gas internasional, seperti BP International. Perusahaan tersebut berhasil mengganti citranya dari perusahaan migas menjadi perusahaan energi setelah melakukan perdagangan karbon.
"Karena perdagangan karbon, sekarang mereka disebut BP Energy, bukan lagi British Petroleum," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto berencana menambah bukaan lahan perkebunan sawit. Menurutnya, perluasan lahan sawit dibutuhkan demi menangkap tingginya permintaan sawit dari sejumlah pasar luar negeri.
“Banyak negara yang berharap dari Indonesia. Banyak negara takut tidak dapat kelapa sawit,” kata Prabowo saat memberikan arahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada Senin, 30 Desember 2024.