Perusahaan Pelayaran Dunia Desak Perubahan Kesepakatan PBB Soal Emisi Laut

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nz
Ilustrasi kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan.
19/9/2025, 13.13 WIB

Sejumlah perusahaan pelayaran besar dunia, termasuk pemain terkemuka asal Yunani, meminta perubahan terhadap rancangan kesepakatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dijadwalkan untuk diadopsi Oktober mendatang. Kesepakatan itu bertujuan menekan emisi bahan bakar laut, namun menuai penolakan dari kalangan industri dan Amerika Serikat (AS).

Industri pelayaran global menyumbang hampir 3% dari total emisi karbon dunia. Karena itu, kesepakatan yang diusulkan di Organisasi Maritim Internasional (IMO) dianggap penting untuk mempercepat dekarbonisasi melalui kerangka regulasi yang lebih kuat.

 Kelompok perusahaan tersebut, termasuk Frontline yang berbasis di Siprus dan Bahri dari Arab Saudi, menilai ada keprihatinan serius terhadap kerangka kerja Net-Zero (Net-Zero Framework/NZF) yang diusulkan untuk diadopsi bulan depan di komite lingkungan IMO.

“Sebagaimana adanya, kami tidak percaya IMO NZF akan efektif mendukung dekarbonisasi industri maritim maupun memastikan kesetaraan persaingan sebagaimana dimaksud,” demikian bunyi pernyataan bersama yang dikutip Reuters, Jumat (19/9).

Mereka juga menegaskan perlunya revisi besar terhadap kerangka kerja tersebut. “Kami percaya bahwa amandemen penting terhadap IMO NZF diperlukan, termasuk mempertimbangkan jalur yang realistis sebelum adopsi dapat dipertimbangkan,” lanjut pernyataan itu.

Sebelumnya pada April, negara-negara anggota IMO telah mencapai rancangan kesepakatan yang akan mengenakan biaya pada kapal yang melanggar standar emisi karbon global. Namun, AS justru mendesak negara-negara lain menolak kesepakatan tersebut. Jika tidak, negara-negara berpotensi menghadapi tarif, pembatasan visa, hingga pungutan pelabuhan.

Dalam pernyataan bersama, perusahaan-perusahaan pelayaran juga menekankan pentingnya agar setiap kesepakatan tidak menimbulkan beban finansial berlebihan dan tekanan inflasi terhadap konsumen akhir.

Sekretaris Jenderal IMO, Arsenio Dominguez, tetap optimistis kesepakatan itu akan disahkan bulan depan. “Saya mendasarkan keyakinan itu pada rekam jejak organisasi, kerja sama yang kita miliki, serta pemahaman bahwa kita masih memiliki sejumlah tantangan dan keprihatinan tertentu untuk ditangani,” ujarnya.

Penolakan Semakin Meluas

Menteri Pelayaran Yunani, Vassilis Kikilias, dalam pertemuan London International Shipping Week awal pekan ini juga menyampaikan perlu perbaikan dalam kesepakatan itu. “Menteri Vassilis menekankan ia sejalan dengan keprihatinan industri pelayaran,” ungkap pernyataan resmi Kementerian Pelayaran Yunani.

Hingga kini, masih belum jelas apakah kesepakatan IMO bisa disahkan jika penolakan semakin meluas atau jika ada negara anggota IMO yang memilih abstain. 

Padahal, sekitar 90% perdagangan dunia dilakukan melalui jalur laut. Tanpa adanya mekanisme yang jelas, emisi diperkirakan akan terus meningkat.

Selain Frontline dan Bahri, pernyataan bersama ini juga ditandatangani oleh Capital Group, TMS Group, Centrofin, Marine Trust, Trust Bulkers, Common Progress, Dynacom, Dynagas, Emarat Maritime, Gaslog, Hanwha Shipping, Angelicoussis Group, Seapeak, dan Stolt Tankers.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Nuzulia Nur Rahmah