IS2P: Pembaruan Standar Laporan Keberlanjutan Tekankan Akurasi

Vecteezy.com/Khunkorn Laowisit
Indonesian Society of Sustainability Professionals (IS2P) menyoroti pembaruan standar laporan keberlanjutan agar tetap relevan dengan tantangan zaman.
Penulis: Hari Widowati
28/9/2025, 16.50 WIB

Indonesian Society of Sustainability Professionals (IS2P) menyoroti pembaruan standar laporan keberlanjutan agar tetap relevan dengan tantangan zaman. Laporan keberlanjutan dituntut menyajikan data yang lebih akurat, klaim yang didukung bukti, serta standar yang diperbarui sesuai kebutuhan investor dan publik.

Hal tersebut terungkap dalam Ngulik, acara bulanan IS2P yang menghadirkan Lany Harijanti, ASEAN Regional Program Manager Global Reporting Initiative (GRI) dan Salman Nursiwan, Sustainability Expert KTM Solutions.

Lany mengungkapkan GRI Standard tetap menjadi rujukan global berkat proses penyusunan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masukan dari IS2P.

"Sejumlah pembaruan penting sedang berjalan agar laporan keberlanjutan lebih menjawab tantangan saat ini," ujar Lany, dalam kterangan resmi, Sabtu (27/9).

Beberapa pembaruan yang dilakukan mencakup pelaporan yang diperluas dari employees ke workers, termasuk pekerja kontrak maupun yang berada di bawah kendali perusahaan. Untuk isu iklim, GRI meluncurkan standar baru, GRI 102, yang mewajibkan perusahaan menyampaikan rencana transisi (transition plan), skenario adaptasi, serta target pengurangan emisi rinci untuk Scope 1, 2, dan 3.

Lany mengatakan pembaruan itu menekankan pentingnya akurasi dan keterbukaan. "Kalau perusahaan menyatakan target pengurangan emisi, harus jelas dasar perhitungannya dan dapat diverifikasi. Klaim tanpa bukti hanya akan menimbulkan risiko greenwashing," ujarnya.

GRI juga memperkuat interoperabilitas dengan standar IFRS. GRI difokuskan kepada dampak sosial dan lingkungan, sedangkan IFRS pada financial materiality. "Keduanya saling melengkapi untuk menjawab kebutuhan publik maupun investor," ujarnya.

Metodologi Laporan Keberlanjutan Harus Bisa Dipertanggungjawabkan

Sementara itu, Salman menekankan pembaruan standar penting untuk memastikan laporan keberlanjutan tidak berhenti sebagai formalitas. Ia menyebut GRI telah berkontribusi besar dengan menyediakan metrik yang seragam dan metodologi yang jelas.

“Dengan ukuran yang universal, hasil laporan bisa dilacak, diuji, dan dipertanggungjawabkan. Ini membantu perusahaan membangun kepercayaan,” ujar Salman.

Ia mengatakan banyak perusahaan masih menetapkan target ambisius tanpa baseline dan metrik yang memadai.
“Tanpa baseline, sulit mengukur progres. Pembaruan standar mendorong perusahaan untuk lebih realistis sekaligus transparan,” kata Salman.

Ia juga menyoroti perlunya melihat isu materialitas secara dinamis, bukan sekadar dari mayoritas suara pemangku kepentingan, melainkan dari analisis risiko jangka panjang.

Menurutnya, digitalisasi laporan akan mempercepat umpan balik dan memperkuat akuntabilitas. Pelaporan yang lebih mutakhir juga perlu memperhitungkan perspektif etika lintas generasi dan lingkungan hidup.

Diskusi yang digelar IS2P itu menunjukkan keberhasilan laporan keberlanjutan tidak hanya bergantung pada kepatuhan regulasi. Faktor lain yang menentukan adalah kemauan perusahaan untuk terus memperbarui praktiknya.

“Standar yang diperbarui membantu perusahaan menyesuaikan diri dengan isu-isu terkini seperti iklim, hak pekerja, hingga tata kelola. Laporan yang baik bukan sekadar kewajiban, tetapi sarana untuk membangun kepercayaan,” kata Lany.

Salman menambahkan, pembaruan standar adalah jalan untuk memperkuat akuntabilitas. “Transparansi berarti berani membuka capaian sekaligus keterbatasan. Dari situlah laporan keberlanjutan menjadi bermakna,” tuturnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.