Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai penambahan proyek pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) terbarukan tetap harus dimasukan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2019-2028.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan penambahan proyek EBT harus berdasarkan dua hal yakni permintaan dan jaringan listrik. Pembangunan jaringan listrik direncanakan oleh PLN, sehingga penambahan proyek pembangkit bisa disesuaikan dengan pembangunan jaringan listrik.
"Perlu dipastikan jaringannya harus tersedia. Jangan sampai (pembangkitnya) mau dibangun tapi jaringannya belum ada," kata dia, di Jakarta, Kamis (21/2). (Baca: Penambahan Proyek Pembangkit EBT Tak Perlu Masuk RUPTL)
Menurutnya, target EBT energi sebesar 23% pada 2025 terus mengalami pergeseran. Makanya dalam perjalannya, target tersebut tidak pernah ada peningkatan. Adapun, pada RUPTL 2019-2028 energi terbarukan juga memiliki porsi 23%. Ini sama dengan target RUPTL 2018-2027.
Sedangkan, untuk bisa meningkatkan pembangunan pembangkit energi terbarukan perlu ada skala porsi. Misalnya, dibuat porsi skala 28-35%, ini dinilai bisa lebih fleksibel dalam pengembangan pembangkit energi terbarukan. "Jadi itu bisa lebih fleksibel karena proyek itu bisa maju mundur," kata dia.
(Baca: Sistem Kelistrikan Akan Tetap Kompetitif Meski Bauran EBT 43%)
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan pembangunan pembangkit listrik EBT bisa dilakukan tanpa harus menunggu perubahan RUPTL PLN. “Ini dalam keputusan pemerintah disebutkan, bahwa mulai sekarang dan ke depan, EBT itu tidak perlukan lagi perencanaannya di RUPTL. Jadi bisa inisiatif langsung, tergantung kebutuhan dan sistem jaringan setempat," ujarnya.
Saat ini Jonan telah mengesahkan RUPTL 2019-2028. Pengesahan ini dilakukan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 39 K/20/MEM/2019, pada 20 Februari 2019. Dalam RUPTL itu dosebutkan porsi energi untuk pembangkit dari batu bara sebesar 54,6%, energi baru terbarukan 23%, gas, 22%, Bahan Bakar Minyak (BBM), 0,4%.