Pelaku industri yang tergabung dalam Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mengajukan pandangannya mengenai isi Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (EBT). Ada beberapa poin yang dinilai layak masuk dalam aturan tersebut, mulai dari insentif hingga pembentukan badan khusus.

Ketua Umum METI Surya Darma mengatakan insentif itu diberikan jika harga keekonomian tidak terpenuhi. “Dalam rangka percepatan pengembangan energi terbarukan, pemerintah harus menyediakan insentif,” kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (30/1).

Insentif yang bisa diberikan pemerintah pun bisa beraneka ragam. Pertama, kemudahan dan percepatan perijinan untuk pembangkit listrik dan fasilitas bahan bakar berbasis energi terbarukan. Kedua, harga energi yang menarik sesuai harga keekonomian.

Ketiga, insentif harga energi untuk listrik perdesaan berbasis energi terbarukan terutama di daerah tetinggal, terdepan, terluar. Keempat, pengurangan pajak penghasilan Badan Usaha untuk jangka waktu tertentu (tax holiday). Kelima, penghapusan bea masuk untuk mesin dan suku cadang. Keenam, penghapusan PPN atas jasa yang disediakan oleh kontraktor dan konsultan untuk pembangunan energi terbarukan. Ketujuh, pengurangan pajak untuk teknologi energi terbarukan yang diproduksi di Indonesia atau jenis insentif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan lainnya.

Pelaku industri juga meminta harga energi terbarukan sesuai dengan keekonomian dan keadilan.  ekonomis berkeadilan. Pemerintah harus menyediakan subsidi untuk masyarakat dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) dan PT Pertamina (Persero) jika harga keekonomian di atas daya beli.

Insentif dan kompensasi itu bisa diambil dari dana energi yang berasal dari berbagai sumber, seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Daerah. Sumber lainnya bisa dari dana desa, hibah, pungutan ekspor energi tak terbarukan dan terbarukan, pengalihan pungutan dana energi tak terbarukan, dana lingkungan termasuk pajak karbon, dan sertifikat energi terbarukan.

Selain insentif, dana energi bisa dipakai untuk pembiayaan infrastruktur Energi Terbarukan. Lalu bisa untuk, peningkatan rasio elektrifikasi yang bersumber dari Energi Terbarukan, penelitian dan pengembangan Energi Terbarukan, dan peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia bidang Energi Terbarukan.

Adanya dana energi itu bisa mengurangi resiko investasi energi terbarukan melalui penyediaan berbagai skema jaminan (guarantee) termasuk loan guarantee untuk menjamin pinjaman di Lembaga pembiayaan. Penggunaan lainnya untuk pembiayaan studi kelayakan dan studi potensi energi terbarukan.

METI juga meminta pemberlakuan Standar Portofolio Energi Terbarukan (SPET) untuk memastikan adanya tanggungjawab badan usaha yang mengusahakan energi tak terbarukan terhadap pencapaian target energi terbarukan. PLN juga harus memenuhi target energi terbarukan.

Jika badan usaha atau PLN tidak mampu mencapai target dimaksud, wajib membeli sertifikat energi terbarukan (SET). Badan usaha tidak membeli SPET, dikenai tindakan administrasi berupa denda hingga pencabutan ijin usaha.

Pelaku industri juga meminta adanya persaingan yang sehat dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pemerintah perlu melakukan pengaturan khusus, termasuk menyediakan harga dan kuota khusus, untuk penyediaan energi terbarukan di daerah yang belum terlistriki dengan kualitas yang baik, misalnya dengan melibatkan swasta/perorangan dalam pengembangan energi terbarukan, baik secara mandiri maupun melalui kerjasama dengan pemerintah daerah ataupun PLN.

Meski begitu, sumber energi terbarukan yang merupakan sumber daya alam strategis tetap dikuasai  negara. Namun, tetap ada keterlibatan masyakat.

METI pun meminta nama Undang-undang Energi Baru Terbarukan diubah menjadi Undang-undang Energi Terbarukan. Alasannya, istilah Energi Baru tidak dikenal di dunia internasional.

(Baca: 5 Universitas Soroti Insentif Hingga Nuklir di RUU Energi Terbarukan)

Pelaku usaha juga menilai perlu ada badan khusus pengelola energi terbarukan yang independen dan bertanggungjawab untuk pencapaian target energi terbarukan. Tugasnya antara lain, melakukan koordinasi antar kementerian serta instansi terkait, mengelola dana energi terbarukan secara efektif dan efisien, melakukan perencanaan dan melakukan kontrak pengadaan energi terbarukan dengan penyedia energi terbarukan dari BUMN dan swasta atau perorangan.

Tugas lainnya adalah merencanakan dan melaksanakan peningkatan kapasitas. Lalu, menyediakan pelatihan tentang energi terbarukan untuk pemangku kepentingan. Apabila pembentukan badan baru tidak disepakati, maka pemerintah perlu melakukan penguatan kelembagaan terhadap Lembaga yang ada saat ini dengan memberikan tupoksi seperti badan khusus.