Pemerintah tengah mengembangkan program energi terbarukan dengan pemanfaatan bahan baku minyak sawit. Hal ini diharapkan bisa memaksimalkan penggunaan sawit dalam negeri, meskipun di sisi lain berpotensi mengurangi kontribusi ekspor komoditas tersebut menjadi 50% di 2025.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyatakan program energi hijau akan mengorbankan volume ekspor untuk sawit. "Devisa akan turun, tetapi paling tidak kita lebih punya posisi tawar dalam kontrol pasokan untuk harga," kata Joko di Jakarta, Rabu (9/1).
(Baca: Program Biodiesel Tetap Jalan meski Diminta Beralih ke Kilang Sawit)
Menurutnya, dari total produksi sawit saat ini, porsi serapan sawit dalam negeri baru mencapai 30%, sementara ekspor menyerap sekitar 70%. Jika program energi terbarukan 2025 berhasil diterapkan, konsumsi sawit dalam negeri diharapkan meningkat menjadi 50% dan sementara serapan sawit untuk ekspor turun menjadi 50%.
Namun, penurunan devisa untuk ekspor sawit, menurutnya bisa diimbangi dengan penghematan devisa penurunan impor bahan bakar minyak. "Dengan begitu, harga sawit bakal menyesuaikan, mengikuti mekanisme pasar," ujar Joko.
Dua program energi terbarukan yang dalam tahap pengembangan oleh pemerintah yaitu pemanfaatan biodiesel serta program greenfuel. Program itu bertujuan untuk mengurangi konsumsi impor dan bahan bakar fosil, serta meningkatkan nilai tambah industri hilir sawit.
Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengungkapkan program greenfuel masih dalam uji coba. Saat ini, pemerintah mencoba teknologi hidrokarbon sawit sekitar 7,5% sampai 15%.
(Baca: Toyota, Mitsubishi, dan Sokon Siap Ikuti Proses Uji Jalan B30)
Feby menyebutkan, Pertamina sedang memproses penggunaan greenfuel dengan kadar sekitar 15%-20%. Namun, target penetapan program ini masih belum bisa ditentukan waktunya. "Pengujian di laboratorium sudah berhasil, tetapi kami mau lihat dalam skala besar," katanya.
Menurut Feby, kadar sawit dalam greenfuel yang masih kecil untuk uji coba belum akan bertentangan dengan manfaat CPO secara umum. Namun, ke depan, dia tak menampik akan ada konflik dalam pemanfaatan CPO untuk kebutuhan pangan atau ekspor.