Airbus Perkenalkan Konsep Pesawat Bertenaga Bebas Emisi Karbon

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. Produsen pesawat komersial, Airbus, memperkenalkan tiga konsep pesawat berbahan bakar hidrogen pertama di dunia.
22/9/2020, 15.47 WIB

Produsen pesawat komersial, Airbus, memperkenalkan tiga konsep pesawat tanpa emisi karbon pertama di dunia. Konsep nol karbon tersebut nantinya akan mengusung hidrogen sebagai sumber tenaga utama.

Perusahaan yang berbasis di Toulouse, Prancis ini menargetkan pesawat tersebut dapat mulai beroperasi pada 2035. Di saat yang sama, pemerintah Eropa juga mendorong penggunaan teknologi bebas karbon sebagai rencana pemulihan perekonomian pasca Covid-19.

Konsep bisnis hijau yang diberi inisiatif "ZEROe" ini mencakup dua pesawat yang tampak konvensional. Pertama, desain turbofan yang mampu membawa 120 sampai 200 orang lebih dari 2 ribu mil laut (3.700 kilometer). Perusahaan akan memodifikasi mesin pesawatnya memakai hidrogen, bukan bahan bakar avtur.

Kedua, desain turboprop yang dapat membawa hingga 100 penumpang dan melakukan perjalanan lebih seribu mil laut. Pesawat ini cocok untuk perjalanan jarak pendek. Bahan bakarnya hidrogen cair dan tersimpan di belakang pesawat. Lalu, konsep terakhir, yaitu desain yang menggabungkan sayap dengan badan utama pesawat. Daya jangkau dan kapasitasnya mirip dengan turbofan.

Airbus memperkirakan akan memakan waktu tiga hingga lima tahun untuk proses pengembangannya. Investasinya diperkirakan mencapai miliaran dolar Amerika Serikat. "Model-model pesawat baru ini akan memungkinkan kami untuk menilai desain mana yang paling menjanjikan," kata Chief Technology Officer Airbus Grazia Vittadini, dikutip dari Reuters, Selasa (22/9).

Tantangan Bahan Bakar Bakar Hidrogen

Rencana Airbus ini menandai langkah signifikan di bidang penerbangan komersial. Melansir dari CNN, perusahaan memperkirakan hidrogen berpotensi mengurangi emisi karbon hingga 50%. Pesawat hidrogen itu akan membutuhkan kesiapan bandar udara untuk memasang infrastruktur pengisian bahan bakar.

Dukungan pemerintah juga dibutuhkan, termasuk peningkatan pendanaan untuk penelitian dan teknologi, serta mendorong pemakaian bahan bakar berkelanjutan. Komisi Eropa sedang mempertimbangkan untuk mewajibkan maskapai penerbangan melakukan hal tersebut.

Para eksekutif industri lainnya menilai keputusan untuk menggunakan hidrogen membutuhkan waktu hingga 2040. Tantangannya adalah menemukan cara menyimpan hidrogen cair yang mudah menguap dengan aman selama penerbangan pada suhu yang sangat dingin. Airbus menepis kekhawatiran bahwa hidrogen tidak aman dan menyerukan investasi besar-besaran dalam infrastruktur energi baru.

Meskipun telah dibahas sejak tahun 1970-an, hidrogen dinilai tetap terlalu mahal untuk digunakan secara luas. Tapi para pendukungnya mengatakan investasi infrastruktur dan permintaan yang meningkat akan menurunkan biaya tersebut.

Kebanyakan hidrogen yang digunakan saat ini diekstraksi dari gas alam, yang menghasilkan emisi karbon. Namun, Airbus mengatakan hidrogen yang digunakan untuk penerbangan akan diproduksi dari energi terbarukan dan diekstraksi dari air dengan elektrolisis.

Sejumlah maskapai Indonesia tercatat memiliki pesawat Airbus tipe A320 dan A330. Citilink mencatatkan jumlah kepemilikan paling banyak, yakni 53 unit, kemudian disusul Batik Air dengan 46 unit.

AirAsia dan Garuda Indonesia juga memiliki pesawat buatan perusahaan Eropa ini, masing-masing sebanyak 28 unit dan 27 unit yang aktif beroperasi. Sementara itu, Lion Air hanya menggunakan lima unit.

Reporter: Verda Nano Setiawan