Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur harga listrik energi baru terbarukan (EBT) dalam waktu dekat akan terbit. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyerahkan draf rancangannya kepada Presiden Joko Widodo.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan dalam RPP itu pemerintah bakal menentukan skema harga listrik EBT berdasarkan tiga kelompok utama.
Pertama, feed- in tarif atau harga yang telah ditetapkan untuk pembelian tarif tenaga listrik dengan kapasitas 5 megawatt (MW). Kedua, opsi harga patokan tertinggi untuk kapasitas listrik besar di atas 5%.
Ketiga, harga kesepakatan tenaga listrik berasal dari pembangkit yang menjadi peaker atau pembangkit bersumber bahan bakar nabati (BBN) dan yang belum didefinisikan potensi dan harganya. “Misal, ada pembangkit di laut, belum tahu harganya berapa. Itu business-to-business saja antara offtaker dan PLN,” kata Dadan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama DPR Komisi VII, Senin (16/11).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengklaim Perpres itu dapat memangkas regulasi yang selama ini membelit pengembangan EBT. "Mudah-mudahan sebelum 2020 berganti Perpres sudah terbit," kata dia beberapa waktu lalu.
Ia optimistis aturan itu akan menarik investasi ke sektor energi hijau atau ramah lingkungan. Harga listrik energi terbarukan di Indonesia pun sudah ekonomis Misalnya, Pembangkit Listrik Tenaga Surya. "Sekarang sudah di bawah US$ 2 sen per kilowatt hour (kWh) dan itu sangat menarik karena bisa dibangun secara cepat dan dalam skala besar," kata dia
Selain untuk menggenjot investasi di sektor EBT. Perpres ini juga bertujuan untuk mengejar porsi bauran energi bersih di 2025 yang ditargetkan sebesar 23%. Pasalnya, hingga kini realisasinya masih rendah karena biaya inevstasi yang cukup besar.
Menurut Dadan, realisasi pengembangan listrik dari EBT baru mencapai 10,9%. Dari jumlah tersebut, bauran energi terbarukan didominasi oleh tiga sumber utama diantaranya yakni biofuel, hidro, dan panas bumi. "Untuk capai 23% di 2025 jadi tantangan cukup besar buat kami," ujarnya.
Menteri ESDM Arifin Tasrif pun mendorong agar pemanfaatan dari energi surya dapat digenjot semaksimal. Apalagi harga listrik dari pembangkit ini telah turun 60% lebih murah. "Lebih ekonomis menggunakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Harganya sudah turun cukup besar," ujarnya.
Pengembangan Panas Bumi Bakal Ditingkatkan
Pemerintah juga mulai menggenjot program pengembangan energi bersih melalui sektor panas bumi, salah satunya dengan government drilling. Sebelum suatu wilayah kerja ditawarkan kepada badan usaha, Badan Geologi akan melakukan eksplorasi panas bumi hingga pengeboran untuk 20 wilayah kerja.
Kementerian ESDM juga bakal bekerja sama dengan Kementerian Keuangan dengan menugaskan PT Sarana Multi Infrastruktur atau SMI untuk dua wilayah kerja panas bumi. Rencana pengembangannya mencapai 60 megawatt.
Berikutnya, pemerintah melakukan pengembangan bersama antara PLN dengan Geo Dipa energi untuk lapangan Candradimuka dengan rencana pengembangan 40 megawatt. Ada pula kerja sama PLN dengan Pertamina untuk pengembangan panas bumi hingga 100 megawatt.
Sumber daya panas bumi atau geothermal yang sudah berproduksi rencananya akan melakukan ekspansi dan pembangkit skala kecil. Pemerintah bakal memanfaatkan dana pembiayaan infastruktur sektor panas bumi atau PISP dan GREM alias Geothermal Resource Risk Mitigation.