Nasib peraturan presiden alias Perpres harga listrik energi baru terbarukan atau EBT masih belum jelas. Padahal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan aturan ini rampung pada tahun lalu.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Chrisnawan Anditya mengatakan draf Perpres sebenarnya telah selesai. "Kami menunggu untuk segera dapat diundangkan dan diterbitkan," ujarnya dalam diskusi secara virtual, Jumat (19/2).
Kementerian ESDM tidak sendirian menyusun aturan itu. Ada keterlibatan dari kementerian lain. “Ini salah satu upaya penguatan regulasi,” kata Chrisnawan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan rancangan Perpres EBT masih dalam proses pemberian paraf dari beberapa menteri, di bawah koordinasi Kementerian Sekretariat Negara.
Dadan tak dapat memberikan kepastian kapan aturan itu terbit. "Ini masih berproses, saya tidak bisa menargetkannya," ujarnya.
Perpres tersebut, harapannya, dapat segera terbit karena banyak investor menantinya, termasuk PLN. Lewat aturan ini, kedua pihak akan memiliki kepastian terkait jual-beli listrik dari energi bersih.
Dalam Perpres EBT, pemerintah bakal menentukan skema harga listrik berdasarkan tiga kelompok utama. Pertama, feed-in tarif atau harga yang telah ditetapkan untuk pembelian tarif tenaga listrik dengan kapasitas 5 megawatt (MW). Kedua, opsi harga patokan tertinggi untuk kapasitas listrik di atas 5%.
Ketiga, harga kesepakatan tenaga listrik dari pembangkit peaker atau pembangkit bersumber bahan bakar nabati (BBN) dan yang belum didefinisikan potensi dan harganya. “Misal, ada pembangkit di laut, belum tahu harganya berapa. Itu business-to-business saja,” kata Dadan.
Dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2019-2028, pemerintah menargetkan bauran energi terbarukan untuk pembangkit meningkat menjadi sebesar 23,2% pada 2028 atau dua kali lipat dari 11,4% pada 2019. Sedangkan pembangkit listrik dari batu bara turun menjadi 54,45% pada 2028 dari 62,7% pada 2019.
Perpres EBT untuk Daya Tarik Investasi
Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan sudah satu tahun lebih Perpres EBT tak kunjung teralisasi. Padahal, draftnya sudah dibahas Kementerian ESDM sejak Desember 2019 dan semula diharapkan dapat terbit pada pertengahan 2020.
Namun, pandemi Covid-19 pada awal 2020 menyebabkan jeda pembahasan untuk persetujuan. Akhirnya draf tersebut baru selesai sinkronisasi dari Kementerian Hukum dan HAM pada Desember lalu. "Kabarnya sudah dikirimkan Menteri ESDM ke Presiden untuk tanda tangan. Kita tunggu saja dalam bulan ini," ujar dia beberapa waktu lalu.
METI berharap dengan terbitnya Perpres ini akan menjadi daya tarik investasi. Beleid ini dibutuhkan oleh investor yang selama ini menemui kendala dalam mengembangkan energi terbarukan dari regulasi sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 50 Tahun 2017 yang kurang menarik.