Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka kembali kegiatan operasional panas bumi di wilayah kerja panas bumi (WKP) Sorik Marapi, Sumatera Utara. Pemberhentian sementara sempat dilakukan lantaran pembangkit listrik ini mengalami kebocoran gas yang mengakibatkan lima orang meninggal pada awal bulan lalu.
Pengoperasian kembali sebagian kegiatan operasional telah mendapat persetujuan Bupati Mandailing Natal Dahlan Hasan Nasution. Unit yang diizinkan beroperasi adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) WKP Sorik Marapi Unit 1 sebesar 45 megawatt (MW) dengan kegiatan operasional 2 unit rig pengeboran.
Direktur Panas Bumi Harris mengatakan pihak pengembang, PT Sorik Marapi Geothermal Power, sudah melakukan persiapan matang. Pemerintah berharap kejadian kebocoran gas menjadi evaluasi perusahaan secara menyeluruh. Perusahaan harus menyempurnakan banyak sistem, termasuk manajemen, operasional, dan keamanan.
Perusahaan wajib mengikuti semua prosedur, termasuk hasil rekomendasi dan investigasi Kementerian ESDM. Setidaknya ada 12 rekomendasi yang pemerintah berikan.
Delapan rekomendasi sudah dilaksanakan dan empat rekomendasi lagi yang harus segera dilakukan. “Selanjutnya, kami evaluasi lagi untuk aksi berikutnya,” ujar Harris dikutip dari laman ebtke.esdm.go.id, Jumat (26/2).
Operasional panas bumi yang kebanyakan berada di lingkungan masyarakat dan proyek jangka panjang, perlu sinergi antara perusahaan dan masyarakat sekitar. "Saya harap perusahaan tak hanya fokus pada urusan teknis tapi membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat,” kata Harris.
Pemasangan Alat Deteksi Gas Beracun
Chief Technology Officer Sorik Marapi Geothermal Power Riza Glorius Pasikki memastikan seluruh kegiatan operasional perusahaan telah memenuhi ketentuan dan prosedur keselamatan panas bumi. "Kami berkomitmen untuk bertanggung jawab penuh," ujarnya.
Tim Investigasi Kecelakaan Kerja dari Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM I Ketut Sujata menyampaikan kondisi di wilayah kerja itu sudah aman. Perusahaan telah memasang enam unit alat deteksi gas beracun hidrogen sulfida atau H2S.
Tindak lanjut berikutnya adalah melakukan edukasi ke masyarakat sekitar WKP terkait H2S. Terutama, bagaimana membedakan gas tersebut dengan belerang. Lalu, bagaimana pertolongan pertama bagi korban yang terpapar gas.
Kejadian yang sudah terjadi akan menjadi pengetahuan penting bagi perusahaan. "Saya sebagai praktisi sangat merasakan knowledge management itu memang menjadi penting agar kegiatan ke depan lebih baik," ujarnya.